Oleh Alfaqir Nuuihya 
Ibu Pemerhati Masyarakat


Salah satu anugerah Allah Swt. kepada kita sebagai makhluk ciptaan-Nya adalah diberikan tubuh yang sehat wal afiat serta paripurna. Sehingga dengan tubuh yang sehat ini kita mampu beribadah secara maksimal dan melakukan seluruh aktivitas tanpa hambatan.

Sebagai muslim, sudah seharusnya kita mensyukuri kesehatan yang telah Allah berikan dengan cara merawat tubuh secara maksimal. Rasulullah saw. bersabda, "ada dua anugerah yang karenanya banyak manusia tertipu yaitu kesehatan dan waktu luang." (HR Bukhari)

Rasulullah saw. pun sangat mencintai kesehatan. Seperti ketika salah satu sahabatnya sakit, yaitu Abu Darda, beliau berkata, "Ya Rasulullah, jika saya sembuh dari sakit ini dan saya bersyukur karenanya, apakah itu lebih baik daripada saya sakit dan menanggungnya?" 

Rasulullah pun menjawab, "Sesungguhnya Rasul mencintai kesehatan sama seperti engkau juga menyenanginya."

Namun, bagaimana jadinya jika di usia yang masih relatif muda justru terserang penyakit yang bisa dikatakan sangat berat dan mampu menghambat berbagai aktivitas? Seperti yang dialami oleh seorang pemuda asal Cianjur, Ridwan Fadhil (22) yang harus berjuang mempertahankan hidup di tengah penyakit gagal ginjal yang dialaminya. (Detikjabar.com, 11/07/2024)

Penyakit gagal ginjal yang mengharuskannya menjalani cuci darah selama dua tahun terakhir, bahkan di dalam satu bulan diharuskan cuci darah sebanyak delapan kali. Namun, yang lebih disayangkan adalah bahwa dari serangkaian pengobatan ini tak seluruhnya ditanggung BPJS. Hanya cuci darah yang ditanggung BPJS sedangkan pembelian obat-obatan tidak seluruhnya ditanggung BPJS.

Ketika zaman makin berkembang, ternyata penyakit pun makin merebak. Seperti gagal ginjal yang tidak hanya dialami oleh orang tua saja, makin ke sini bahkan anak SD pun sudah banyak yang mengalami gagal ginjal. 

Dikutip dari Cnnindonesia.com (25/7/2024), Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), saat ini menjadi rumah sakit yang banyak dijadikan tempat puluhan anak-anak menjalani cuci darah. Menurut keterangan Konsultan nefrologi anak dari rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp. A (k) menyatakan bahwa saat ini terdapat 60 anak-anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. 30 di antaranya menjalani hemodialisis rutin.

Penyebab gagal ginjal adalah karena gaya hidup yang dijalani yaitu obesitas yang berakibat dari mengonsumsi garam dan gula secara berlebihan sehingga mengakibatkan diabetes dan pada akhirnya harus mengalami gagal ginjal. 

Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang asin dan manis, merebaknya junk food, fast food yang digadang-gadang menjadi solusi jitu di saat kepepet adalah bumerang yang suatu saat pasti menyerang kesehatan melalui penyakit kronis seperti gagal ginjal. 

Sedangkan makanan cepat saji yang lumrah bertebaran di tengah masyarakat sudah pasti memiliki harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat  dan dipastikan mengandung bahan pengawet dan bahan kimia lainnya. Sudah bisa dipastikan berbahaya bagi tubuh.

Makanan seperti piza, burger, kentang goreng, atau minuman kekinian seperti boba cenderung menjadi buruan anak muda masa kini dengan alasan lezat dan dorongan gaya hidup. Namun, di lain sisi mereka memiliki pengetahuan yang sangat minim tentang kesehatan dan makanan yang halal dan tayib. Kalaupun ternyata mereka memahami hakikat makanan yang halal dan tayib, ego mereka cenderung muncul demi memenuhi gaya hidup. 

Tidak heran jika kini banyak bertebaran gerai-gerai yang menjual makanan dan minuman kekinian. Para korporasi sangat memahami situasi seperti ini dan berlomba-lomba untuk memenuhi keinginan konsumen tanpa memikirkan mudarat dari sajian tersebut. Sebab, di dalam sistem kapitalisme, keuntungan materi adalah hal yang paling utama meskipun harus mengabaikan kesehatan dan keamanan rakyat.

Meskipun pemerintah telah mengatur tentang kecukupan gizi, nyatanya tidak berpengaruh terhadap pengurangan penyakit yang dialami anak muda saat ini. Ini menandakan bahwa negara tidak serius dalam menangani permasalahan ini. Padahal, sejatinya negaralah yang memiliki peran penting untuk mewujudkan generasi muda yang sehat dan produktif di kehidupannya kelak. 

"Dan makanlah makanan yang halal dan tayib dari apa saja yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya." (QS. Al-Maidah 88) 

Dalam ayat ini, IsIam telah jelas menggambarkan konsep makanan yang layak dikonsumsi. Tidak hanya halal yang menjadi rujukan, tetapi tayib pun menjadi aspek yang sangat harus dipertimbangkan.

Pemenuhan makanan yang sesuai dengan standar Allah yaitu halal dan tayib bukan hanya tanggung jawab individual atau keluarga saja. Namun, negaralah yang memiliki peran sangat besar dalam mempertanggungjawabkannya.

Negara harus mampu mengatur industri makanan yang beredar di masyarakat. Makanan harus memenuhi standar halal dan tayib artinya tidak mengandung bahan-bahan yang membahayakan tubuh. Maka, jika ada industri yang melanggar aturan ini, negara wajib memberikan sanksi yang tegas yang mampu memberikan efek jera. 

Di samping itu, negara pun memiliki kewajiban untuk memberikan pemahaman tentang makanan yang memenuhi kriteria tidak hanya halal, tetapi juga tayib. Kesehatan pun harus menjadi hal yang diprioritaskan oleh negara. Pelayanan kesehatan gratis secara menyeluruh, sehingga ketika ada rakyat miskin yang sakit tidak akan kesulitan untuk mendapatkan akses pengobatan.

"Mens sana in corpore sano" frasa yang diambil dari penyair Romawi, Juvenal, sejatinya akan terwujud jika negara mampu menjadi pengontrol industri makanan dan mampu memberikan edukasi tentang makanan dan kesehatan terhadap seluruh rakyat. 

Negara yang mampu berbuat demikian yakni memberlakukan syariat Islam secara menyeluruh hanyalah Islam. Bukan kapitalisme yang hanya menjadikan materi sebagai rujukan.

Wallahualam bissawab.[]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama