Oleh Alfaqir Nuuihya
Ibu Pemerhati Umat


"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat kelak." (HR. Ahmad)

Salah satu hikmah pernikahan, sebagai salah satu sunah Rasulullah yang sangat dianjurkan adalah untuk memperbanyak keturunan, sehingga mampu mencetak generasi Islam yang saleh, yang dilandaskan kepada keberkahan dan rida Allah Swt. dan bisa menjadi salah satu cara berdakwah dalam menyiarkan Islam. Maka, menjadi suatu hal yang sangat wajar jika pernikahan disebut sebagai ibadah terlama bagi umat Islam.

Namun saat ini, fenomena childfree yang awalnya hanya digandrungi oleh negara-negara Barat pada akhirnya menyasar saudara kita di Tanah Air untuk dijadikan tren. Dalam kurun waktu kurang lebih empat tahun, hampir seribu perempuan di Indonesia memutuskan untuk tidak memiliki anak di dalam pernikahan mereka.

Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), ketika melakukan survei terhadap perempuan Indonesia, terkuak data bahwa ditemukan 71 ribu perempuan usia 15–49 tahun memutuskan untuk tidak memiliki anak. (Detik.health, 12/11/2024)

Alasan utama para perempuan memutuskan childfree adalah karena adanya kesulitan ekonomi, sehingga ditakutkan jika memiliki keturunan tidak mampu membiayai anak-anak dan menjadi beban masa depan dalam kehidupan. Atau bahkan para perempuan yang mengejar karier banyak yang memutuskan untuk tidak memiliki anak karena khawatir akan menjadi salah satu penghambat dalam kemajuan kariernya.

Hal yang tidak disadari oleh mereka adalah bahwa keputusan mereka untuk tidak memiliki anak akan berdampak pada depopulasi. Jepang, Cina, dan Korea Selatan adalah tiga negara yang mengalami penyusutan angka kelahiran secara signifikan karena mayoritas masyarakatnya memutuskan untuk tidak memiliki anak. 

Indonesia bisa saja mengalami hal serupa jika childfree dijadikan keputusan oleh mayoritas kaum perempuan. Apalagi didukung dengan BKKBN yang justru gencar mengampanyekan program keluarga berencana dan cukup memiliki dua anak saja. Bahkan dengan membenarkan kampanye komnas perempuan bahwa salah satu kampanye HAM adalah membolehkan childfree, menjadi bukti bahwa negara sangat mendukung program tersebut. 

My Body My Choice

Di balik melesaknya pemahaman perempuan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak, ada pemahaman feminisme berbahaya yang selama ini digaungkan oleh kafir Barat yang dengan sengaja menyasar perempuan-perempuan muslimah. Bahwa para perempuan memiliki hak mutlak untuk memutuskan setiap perkara dalam kehidupannya, meskipun sebenarnya sangat bertolak belakang dengan fitrah.

Hak reproduksi yang menyatakan perempuan mempunyai hak memutuskan bahwa dari rahim mereka akan melahirkan keturunan atau tidak juga menjadi alasan mereka untuk childfree. Sebab, bagi mereka menjadi seorang ibu adalah suatu hal yang sangat "complicated" dari mulai drama kehamilan hingga pengasuhan anak yang bagi mereka akan merenggut kebebasan mereka.

Liberal sekularisme nyatanya telah banyak merenggut sisi kehidupan umat Islam. Sehingga setiap keputusan yang diambil sering kali bertentangan dengan syariat Islam. Semua yang dilakukan hanya selaras dengan kebahagiaan dan keinginan versi mereka. 

Kaum perempuan memiliki kebebasan untuk memiliki anak atau tidak, meskipun hal tersebut sangat bertentangan dengan syariat Islam. Mereka pun menafikan hakikat bahwa Allah sebagai Sang Razzaq (Pemberi Rezeki) dan setiap anak akan membawa rezekinya masing-masing. Maka, sangat lumrah jika mereka lebih memilih childfree apalagi hidup di tengah impitan ekonomi saat ini. 

Kapitalisme Biang Kerok Utama

Ketimpangan ekonomi di tengah negara kapitalisme menjadi salah satu hal yang memperparah kehidupan. Perbedaan antara orang kaya dan miskin sangat kentara dan signifikan. Kapitalisme telah jelas menjadi alasan bahwa orang-orang miskin lebih banyak mendominasi negeri ini dibandingkan orang-orang yang berkecukupan secara materi.

Solusi Islam

Ketakwaan individu menjadi salah satu yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Dengan ketakwaan dan akidah yang kuat maka setiap muslim akan memiliki pemahaman tentang konsep rezeki, yang hanya datang dari Allah, dan memiliki anak tidak akan menjadi beban ekonomi karena Islam telah menjamin secara rinci.

Menjadi seorang ibu, yang dari rahimnya akan terlahir generasi saleh akan menjadi dambaan bagi setiap muslimah. Sebuah peran dan tugas yang sangat mulia. Mereka tidak akan tergerus untuk berambisi mengejar karier dunia, kecuali hanya untuk kemaslahatan umat, tanpa harus melalaikan tugas utamanya sebagai ibu pengatur rumah tangga. Rida Allah telah menjadi landasan dalam setiap keputusan dan perilaku, bukan pengakuan atau penilaian mata manusia.

Di dalam Islam pun, para lelaki memiliki tugas mulia untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga, sehingga para istri tidak harus mencari nafkah dan mampu fokus mengayomi anak-anak. Namun sekali lagi, jika ternyata suami tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sungguh Islam pun telah mengatur secara sempurna. Wali mereka memiliki kewajiban untuk mengambil alih pemenuhan ekonomi ini.

Hal yang terakhir, negara adalah penopang seluruh kebutuhan rakyatnya. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya adalah kewajiban negara untuk memastikan bahwa rakyatnya dalam keadaan sejahtera. Sebagai pengurus urusan umat, negara pun memiliki kewajiban untuk melindungi umat dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.

Khatimah

Sungguh, hanya syariat Islamlah yang mampu dan solutif untuk menyelesaikan setiap permasalahan umat termasuk pemahaman-pemahaman yang melenceng dari Islam. Syariat Islam yang harus diterapkan oleh institusi besar sekelas negara.

Wallahualam bissawab.[]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama