Oleh : Atina Sofiani
(Aktivis Muslimah)


Memasuki tahun baru masehi 2020 wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi disuguhkan dengan bencana Banjir. Bahkan Banjir yang terjadi saat ini menambah bencana baru yaitu Tanah Longsor. Akibat Banjir bukan hanya harta dan benda yang hilang bahkan nyawa pun kian melayang.
Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) merilis data terbaru sampai dengan Kamis (2/1) pukul 21.00 WIB jumlah korban meninggal akibat Banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebanyak 30 orang.
Rincian korban meninggal terbanyak berada di Kabupaten Bogor 11 orang, kemudian Jakarta Timur 7 orang, Kota Bekasi dan Kota Depok masing-masing 3 orang, dan masing-masing 1 orang untuk Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kota Tangerang. (nusantara.rmol.id)

Dari data tersebut bukankah sangat mengenaskan. Ketika banyak korban yang meninggal akibat Banjir. Jika hal ini terus terjadi akan membuat masyarakat menderita. Bukan hanya sekali tapi Banjir berulang setiap tahun  jelas bukan karena  faktor alam semata. Jelas terlihat bahwa dampak Banjir di wilayah Jabodetabek karena infrastruktur yang berjalan dengan tidak baik.

Benarkah Banjir disebabkan Faktor Alam?

Banyak yang berstatement bahwa Banjir yang melanda dikarenakan faktor alam, mulai dari masyarakat maupun pemerintah. Tapi kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan opini yang ada di masyarakat. Dari beberapa berita yang telah diberitakan penyebab Banjir jelas karena infrastruktur (tidak berfungsi drainase, resapan air, kurang kanal dsb). 

Lalu dalam hal bencana berupa Banjir dan Longsor, misalnya, selain curah hujan yang tinggi, juga ada faktor penyebab lain. Dalam kasus Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Lebak, Banten, misalnya, penyebabnya antara lain perambahan hutan dan penambangan liar (Kompas.tv, 7/1/2020).

Adapun banjir dan longsor di Bogor, antara lain di Kecamatan Sukajaya, menurut Menteri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), selain akibat curah hujan dalam kurun cukup lama, di atas perbukitan di sepanjang jalan maupun aliran sungai di daerah tersebut yang berupa batuan lempung dengan kemiringan 90 derajat sudah banyak dijadikan pemukiman (Liputan6.com, 5/1/2020).

Semua bencana yang terakhir ini jelas akibat dari sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh manusia. Di antaranya dalam wujud tindakan merusak hutan, melakukan penambangan liar, mengabaikan Amdal, dll. Sudah begitu, Pemerintah cenderung lalai bahkan abai terhadap pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan yang ironis, Pemerintah sendiri malah seolah “memfasilitasi” para pelaku pelanggaran tersebut. Misal, hanya demi menggenjot investasi. Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana menghapuskan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) (Okezone.com, 8/11/2019).

Semua bencana ini, dalam bahasa al-Quran, merupakan akibat dari dosa dan kemaksiatan manusia. Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan (kemaksiatan) mereka itu agar mereka kembali (ke jalan-Nya)." (TQS ar-Rum [30]: 41).

Islam Kaffah Solusinya

Pembangunan infrastruktur yang jor-joran tanpa melihat lingkungan sekitar ini terjadi akibat masalah sistemik yang lahir dari berlakunya sistem kapitalistik. Sistem yang dimana hanya menguntungkan uang/materi semata. 

Dengan menyerahkan tata kota dan pembangunan infrastruktur pada kemauan kaum kapitalis berorientasi memenangkan bisnis dan tidak memperhatikan lingkungan, sementara itu  masih terjadi kemiskinan massal yang mempengaruhi pola kehidupan (perumahan di bantar kali, tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan dst) yang juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di wilayah Jabodetabek.
Penyelesaian tidak cukup hanya perbaikan teknis tapi harus menyentuh perubahan ideologis. 

Dengan menyadari sistem kapitalistik mufsiduna fil ardh digantikan dengan pemberlakuan islam yang mewujudkan  khilafah fil ardh. Karena sitem kapitalistik yang rusak ini adalah sistem yang zhalim. Dimana penguasa tidak memberlakukan hukum-hukum Allah di tengah-tengah umat. sebagaimana firman-Nya:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Siapa saja yang tidak memerintah/berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan, mereka adalah para pelaku kezaliman." (TQS al-Maidah [5]: 5).

Momentum banjir harus menjadi pengingat agar dilakukan taubat nasional.  Tobat harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa. Khususnya para penguasa dan pejabat negara.  harus dibuktikan dengan kesediaan mereka untuk mengamalkan dan memberlakukan syariah-Nya secara kâffah dalam semua aspek kehidupan (pemerintahan, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb). Jika syariah Islam diterapkan secara kâffah, tentu keberkahan akan berlimpah-ruah memenuhi bumi. Mengapa? Karena penerapan hukum Islam atau syariah Islam secara kâffah adalah wujud hakiki dari ketakwaan. Ketakwaan pasti akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Andai penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) sehingga Kami menyiksa mereka sebagai akibat dari apa yang mereka perbuat." (TQS al-Araf [7]: 96).

Sumber : Buletin Kaffah, No. 123 (14 Jumadul Awal 1441 H-10 Januari 2020 M).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama