Oleh : Isma Adwa Khaira Mahasiswi, Pendidik, and Member Of AMK


Soal cinta memang bukan hal yang membosankan dan habis untuk digali. Sebuah rasa yang mampu menggoyahkan bahkan membelokkan iman mereka yang lurus. Atau menambah keimanan mereka yang mengetahui hakikat sebenarnya sebuah cinta.

Masalahnya, cinta di Era Milenial saat ini kebanyakan bikin orang terutama remaja keblinger. Dari sehat wal afiat menjadi stress mikirin doi. Yang pendiem tiba-tiba jadi ceria dan senyum-senyum sendiri. Yang awalnya cuek mendadak caper. Kamu gitu? hayoo ngaku.

Ya elah sob. Bukan kalian aja sih yang ngerasain apa yang namanya cinta. aku juga kok. eiitss keceplosan. hehe. Aku mau memberikan sedikit cerita tentang dia yang lagi jatuh cinta. Cintanya itu dalem banget sampai palung lautan yang terdalam. Sampai pada sebuah pilihan yang harus diambil. 

Siapa lagi kalau bukan kisah dari seorang putra dari Abu Bakar AsShiddiq yaitu Abdullah bin Abu Bakar. Seorang pemuda yang memiliki sejarah hebat dalam hijrahnya Nabi Muhammad. Saat itu ia diberi tugas untuk bisa mengumpulkan informasi dari para pembesar Quraisy lalu mengabarkannya pada ayahnya dan Rasulullah yang berada di Gua Tsur yang berjarak 4 KM dengan ketinggian 700 M diatas permukaan laut. Abdullah harus bolak balik ke gua untuk memberikan informasi selama 3 hari. Bukan perjuangan yang mudah dengan bahaya yang senantiasa mengintai. Namun semua dilakukan Abdullah demi mendapatkan pahala yang agung.

Dilain kisah Abdullah bin Abu Bakar menikah dengan seorang gadis cantik jelita dengan akhlak yang mulia. Yaitu Atikah binti Zaid bin Amr. Kecantikan dan keluhuran budi Atikah mampu menyandera akal, jiwa dan hati Abdullah. Hingga Abdullah larut dalam cinta yang overdosis tingkat tinggi. Dan menjadikan Abdullah sibuk dengan urusan cintanya dan lalai terhadap perang.

Cinta yang suci berubah menjadi diktaktor dan angkuh dengan memaksa perhatian hanya untuk yang dicintai. Bahkan melupakan kewajiban didalam kehidupan. Yaitu dakwah dan jihad.

Hingga Abu Bakar sang ayah yang sangat disayangi menegur Abdullah dan memintanya untuk menceraikan Atikah. Dilema pun melanda Abdullah. Bagaimana ia bisa melepaskan cinta yang begitu membelenggunya? Namun perintah Sang Terkasih tak bisa diabaikan. Akhirnya, keputusan pun diambil dengan menceraikan Atikah. Merelakan keinginan hatinya yang melebur dalam bingkai kepatuhan pada Sang ayahanda tercinta.

Gelisah, galau dan merana menjangkiti diri Abdullah. Menjadikannya pujangga yang begitu rindu dengan penawan jiwa. Rindu itu berat! Mungkin itulah ungkapan yang membuat Abdullah begitu larut dalam kesedihan. Hingga syair pun menjadi teman. Abdullah bersyair bahwa sepanjang matahari masih bersinar. Ia takkan melupakan Atikah. Abu Bakar pun luluh dan mengijinkan Abdullah kembali kepada Atikah karena melihat keadaan putranya tersebut.

Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala naluri, potensi dan kebutuhan hidupnya. Cinta akan menyapa setiap insan manusia entah ia orang yang Sholih ataupun tidak. Sosok Abdullah begitu gagah dan pantang menyerah dalam peperangan tak gentar meski nyawa menjadi taruhan.

Sayangnya, saat cinta menyapa dan menggodanya dengan keindahan yang begitu memabukkan. Abdullah terlena hingga kehilangan arah tujuan dalam kehidupan. Tentang kewajiban sebagai seorang muslim untuk berdakwah dan berjihad.

Al Baidhawi mengartikan Mahabbah (cinta)  adalah keinginan untuk taat. Ingatlah hadist dari Anas ra. Bahwa Rasulullah bersabda, tidak perkara yang siapa saja memilikinya ia akan merasakan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai karena Allah dan Rasul Nya dari yang lainnya, orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke Neraka.

And the last, jangan mencintai seseorang ketika ia malah membuatmu lemah dalam kebaikan. Tidak ngaji karena si doi ataupun yang sudah menikah karena suami/istri. Jika mau sama-sama terus sampai Jannah maka dekati yang memiliki jiwa. Karena kecintaan pada makhluk akan menemui batas akhir yaitu ajal. Mending kalau ending sesyurga, kalau seneraka? Naudzubillah.

Sudah saatnya yang mencintai, yang taat. Ngaji sama-sama menuju syurga. Kalau belum halal ya menjauh dan bersabar. Yang halal yuk sama-sama menguatkan diri dalam ketaatan. Karena hidup cuma sekali, tidak akan bisa diulangi lagi. Yuk Move Up!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama