Oleh : Nurhalidah Muhtar
Member Akademi Menulis Kreatif 


“Pendidikan adalah paspor ke masa depan, karena besok milik mereka yang mempersiapkannya hari ini” (Malcolm X : tokoh muslim Afrika-Amerika). Kutipan ini menggambarkan begitu pentingnya suatu pendidikan. Untuk mengarungi kehidupan kedepannya kita harus mempunyai bekal pengetahuan, jikalau tidak ingin tersesat. Bayangkan saja seiring perkembangan zaman persaingan semakin ketat, kebutuhan semakin banyak, dan biaya semakin mencekik. Lantas bagaimana mungkin kita akan bisa menangani itu semua jika bekal pengetahuan kita tidak cukup? itulah pertanyaan yang membangkitkan semangat menuntut ilmu dalam bingkai kapitalisme.

Mahasiswa di tengah semangatnya yang menggebu untuk menuntut ilmu dengan harapan menjadi generasi terbaik di bidang ilmu yang ditekuni dan kelak siap bersaing di dunia pekerjaan. Kini terhalang oleh pandemik (virus corona) sehingga mengharuskan mengikuti perkuliahan daring. Kebijakan kuliah daring bukan membantu meringankan beban mahasiswa. Faktanya malah mempersulit mahasiswa baik dari segi biaya kuota internet hingga berburu jaringan internet bagi daerah yang tidak terjangkau oleh akses internet. Bahkan ketika mencari jaringan internet, mahasiswa ada yang meninggal dunia. 

Tidak hanya mahasiswa, orang tua mahasiswa pun ikut pusing memikirkan dan menanggung beban ekonomi yang semakin mencekik di tengah wabah ini. Ruang gerak untuk mengais rezeki pun dipersempit dengan adanya kebijakan PSBB. Sehingga akan semakin sulit untuk memperoleh penghasilan guna membayar uang kuliah tunggal anaknya. Ironisnya di tengah pendemi ini perhatian pemerintah terhadap keadaan mahasiswa sangat minim.

Oleh sebab itu kalangan mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi demonstrasi terkait minimnya perhatian pemerintah pada keadaan mahasiswa di tengah pandemik ini. Dilansir oleh BantenNews.co.id, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demo terkait tuntutan penggratisan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten (Senin, 22/06/20).

Pada tanggal yang sama 22 Juni 2020 mahasiswa yang bergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim. Salah satu tuntutan yang mereka soroti adalah soal pembiayaan kuliah di masa pandemi (detikNews, 22/06/20).

Meski pada akhirnya Kemendikbud mengeluarkan kebijakan untuk meringankan beban orang tua yang anaknya tengah berada di tingkat perguruan tinggi yaitu : penundaan pembayaran, pencicilan pembayaran, menurunkan level UKT, pengajuan beasiswa. (Kompas.com, 5/06/20)

Faktor utama yang menimbulkan kesulitan rakyat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu penerapan sistem kapitalisme dengan paham sekuler. Sistem kapitalisme memberikan kebebasan penuh bagi tiap individu untuk mengendalikan kegiatan ekonomi dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin. Tidak hanya di bidang ekonomi, di bidang pendidikan pun telah dikomersialkan. Oleh sebab itu negara memberikan kebebasan kepemilikan kepada individu atau pemilik modal dalam bidang pendidikan sebagai penyelenggara jasa pendidikan. Maka tidak heran penyelenggara pendidikan menetapkan biaya pendidikan tanpa memikirkan kemampuan orang tua para mahasiswa. Sehingga akan terjadi kesenjangan bahwa pendidikan akan menjadi santapan lezat bagi mereka yang memiliki uang. Hak setiap orang untuk memperoleh pendidikan diabaikan hanya karena masalah ekonomi.

Dalam sistem kapitalis, dunia pendidikan diatur sedemikian rupa supaya menghasilkan laba. Bahkan dijadikan lahan pemerasan. Dunia pendidikan dikepung dari berbagai penjuru. Mulai dari privatisasi pendidikan yang melanda universitas, serta materi dan kurikulum yang diajarkan semata-mata untuk melayani kepentingan produksi dan pasar, hingga mendirikan gedung-gedung sekolah maupun universitas di tengah kepungan pusat-pusat perbelanjaan mewah yang menebar aroma hasrat konsumtif.  Sehingga generasi yang dicetak dari pendidikan yang dibaluti oleh sistem kapitalisme adalah generasi yang hedonis dan konsumtif.

Namun potretnya akan berbeda dengan daerah tertinggal yang tidak memberikan ruang keuntungan bagi penyelenggara pendidikan. Maka akan tampak gedung sekolah yang fasilitasnya tidak memadai sebab tidak tersentuh dana. Bahkan ada sekolah yang bobroknya seperti kandang ayam. 

Oleh karena itu sudah semestinya umat menyadari bahwa pendidikan adalah hak sekaligus kewajiban bagi seluruh warga negara. Negara harus bertanggung jawab penuh terhadap warganya supaya warga mampu menunaikan kewajibannya itu. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan pendidikan secara gratis dan berkualitas. Dengan kesempatan yang sama warga negara bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan begitu, meskipun ekonomi seorang warga negara tergolong miskin, maka dia memiliki kewajiban dan hak yang sama di hadapan negara. Sehingga tidak ada yang tertinggal. 

Hal ini bukan gambaran fatamorgana semata, tetapi telah terbukti pada zaman ketika tegaknya khilafah islamiyah. Islam mengatur sistem pendidikan dengan sempurna. Pendidikan dalam Islam tidak hanya mencetak generasi dengan skill dan kecerdasan untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang murah meriah. Ada hal yang lebih penting yaitu membentuk kepribadian Islam.

Mahasiswa dan umat harus menyeru pendidikan gratis bukan hanya sekadar penerima kebijakan penurunan UKT saja. Menerima dengan lapang dada kehadiran negara hanya sebatas penurunan UKT di masa pandemi sama hal dengan melanggengkan pendidikan sekuler yang akan merecoki pemikiran serta mengamputasi potensi generasi khoiru ummah. Sehingga generasi masa depan akan semakin kehilangan pegangan, sebab mereka makin dijauhkan dari Islam yang menjadi kunci kebangkitan. 

Ketiadaan kritik terhadap kewajiban negara dalam menyediakan pendidikan gratis berarti melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang melimpahkan semua beban kehidupan ditanggung oleh masyarakat itu sendiri yang berujung menyengsarakan rakyat. Karena negara berlepas tangan pada meriayah rakyat. Negara akan semakin semena-mena dengan kebijakan yang diktator. Sedangkan rakyat semakin menderita. Dalam lingkup kapitalisme rotasi perputaran kehidupan akan tetap sama seperti ini, yang berkuasa akan semakin berkuasa, yang menderita akan semakin menderita. 

Wallahu a’lam bishshawaab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama