Oleh: Tutik Haryanti
Aktivis Dakwah dan Member AMK


Wabah  pandemi Covid-19 belum  berakhir, dan semakin berkepanjangan. Kondisi negeri semakin hari semakin terpuruk. Penderitaan rakyat pun semakin tak terelakkan. Permasalahan datang silih berganti tak pernah berhenti. Perekonomian sulit hutang pun kian melilit. Pengangguran merajalela akibat buruh banyak yang di PHK. Kemiskinan naik tajam  sehingga terjadi kelaparan,  kriminalitas pun semakin mengganas, dan masih banyak lagi.  

Ini semua tak membuat para pejabat negeri menjadi prihatin, betapa karut marutnya problematika di negeri ini. Namun malah dijadikannya kesempatan untuk  meraup keuntungan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan. Seperti yang dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara dalam kasus tangkap tangan korupsi  Dana Bansos. 

Dilansir oleh Detik.com, 6/12/2020. KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan Corona. KPK menyebut total uang yang diduga diterima Juliari Batubara sebesar Rp 17 miliar. Dari keseluruhan total dana sebesar 5.9 trilyun yang disediakan untuk pengadaan bantuan sosial akibat pandemi.

Uang itu diduga berasal dari kesepakatan fee penunjukan rekanan pengadaan bansos COVID-19 ini sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bantuan sosial. Ketua KPK Firli Bahuri  mengatakan ada tiga vendor yang ditunjuk oleh Kemensos untuk menyediakan bantuan Corona, salah satu milik anak buah Menteri Sosial Juliari Batubara, yakni Matheus Joko Santoso. Matheus Joko Santoso adalah PPK pengadaan bantuan Corona yang ditunjuk langsung oleh Juliari Batubara.

Potret Buraml Demokrasi 

Sungguh betapa kejam,  dimana hati nuraninya hingga tega mengambil hak rakyat yang sedang sekarat menghadapi himpitan ekonomi akibat pandemi. Sedangkan bila dilihat kenyataan di lapangan ada banyak  wilayah, dimana rakyat miskinnya  luput dari  pembagian bansos tersebut dikarenakan  pembagian yang tidak merata dan salah sasaran.

Bukti potret demokrasi yang  dipertontonkan para pejabat negeri. Tidak sedikit mereka yang melakukan tindak korupsi. Karena demokrasi melahirkan jiwa-jiwa kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Kebijakan-kebijakan yang diambil pun hanya akan menguntungkan diri mereka saja. Slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya omong kosong belaka. Rakyat hanya  dijadikan alat, bak santapan  lezat untuk memuluskan kepentingannya. 

Lantas dimana letak  tanggung jawab yang diembannya dalam mengurus rakyat? Kapankah rakyat bisa hidup sejahtera tanpa harus menanggung beban hidup yang terus menjerat? Rakyat sudah lelah dengan segala tipu daya dan kedzaliman yang dilakukan para pejabat. Rakyat menginginkan jaminan hidup yang lebih layak.

Islam solusi terdepan

Bersegera rakyat membuang sistem kufur yang rusak yakni  sistem demokrasi kapitalis. Dan kembali kepada sistem Islam dari Sang Pencipta Alam Semesta yang mampu mengatur semua aspek kehidupan sehingga membawa kamaslahatan. Tidak ada lagi kedzaliman, karena dalam Islam melindungi harta dan hak setiap umat.

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Dalam sistem Islam juga memberlakukan sanksi tegas bagi para koruptor yakni qishos/hukuman mati. Namun tetap dilihat dari tata caranya yang baik dan benar. Disesuaikan dengan  aturan kadar dalam tingkatan hukuman korupsi bagi koruptor. Sanksi ini membuat efek jera bagi  para pelakunya. Sehingga membuat berpikir panjang pelaku yang lain. Aturan ini hanya bisa diterapkan  dengan tegaknya Khilafah. Yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang akan menerapkan seluruh  aturan Islam di tengah-tengah umat. Sehingga umat pun akan hidup aman, sejahtera lagi berkah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama