Oleh: Rosmita
Aktivis Dakwah dan Member AMK


"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak." 

Begitulah pepatah yang menggambarkan nasib kaum muslimin Rohingya. Di negeri sendiri, mereka dibantai secara keji oleh militer Myanmar. Rumah-rumah mereka dibakar. Sisanya yang bertahan hidup melarikan diri ke negeri tetangga. 

Harapannya mereka bisa hidup layak di negeri orang. Minimal nyawa mereka terselamatkan. Tidak ada lagi perlakuan keji yang diterima oleh mereka. Inilah yang menyebabkan mereka melarikan diri ke Bangladesh. Karena Bangladesh adalah negara muslim terbesar ketiga di dunia setelah Indonesia dan Pakistan.

Namun, kenyataannya nasib mujur belum berpihak pada mereka. Negara yang mereka harapkan akan memperlakukan mereka dengan baik layaknya saudara sendiri, malah memperlakukan mereka tak ubahnya orang asing yang datang dan menjadi beban bagi pemerintah Bangladesh. Sehingga pemerintah Bangladeh merelokasi para pengungsi ke pulau tak layak huni.

Sekitar 1.600 pengungsi Rohingya dari kamp Cox's Bazar dipindahkan ke pulau Bhasan Char. Yaitu sebuah pulau yang baru muncul disebabkan  oleh lumpur Himalaya yang terbentuk secara alami di teluk Benggala. 

Selain terpencil, pulau ini juga rentan terhadap bencana alam dan tidak cocok untuk pemukiman manusia. Human Rights Watch, Amnesty International dan Fortify Rights sangat menentang relokasi para pengungsi  ke pulau tersebut. (okezone.com, 5/12/2020)

Padahal sesama muslim adalah saudara, tetapi rasa nasionalisme pemerintah Bangladesh telah menghalangi mereka mewujudkan ukhuwah islamiyah. Merasa bahwa para pengungsi Rohingya bukan bagian dari negara mereka, sehingga tak perlu diberikan kehidupan yang layak. 

Inilah gambaran umat Islam dalam sistem demokrasi, dimana  persatuan adalah sebuah keniscayaan. Umat Islam telah terpecah belah oleh sekat nasionalisme sehingga menganggap umat Islam dari negara lain bukanlah bagian dari mereka. Mewujudkan ukhuwah sejati dalam sistem demokrasi hanyalah mimpi.

Adapun lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan lainnya hanya menjadi lembaga penghasil konvensi, tanpa bisa memberikan solusi hakiki.

Berbeda ketika khilafah tegak dan syariat Islam diterapkan secara keseluruhan. Dimanapun umat Islam berada selama masih diikat oleh akidah yang sama, maka mereka adalah saudara kita. 

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Hujurat ayat 10,
 
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."

Lalu sabda Rasulullah Saw., "Perumpamaan orang-orang yang  beriman dalam sikap saling mencintai dan menyayangi seumpama satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam." (HR. Muslim)

Sebagaimana kita ketahui, bagaimana persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dahulu. Sikap kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin sangatlah baik, mereka memberikan tempat tinggal yang layak, bahkan memberikan sebagian dari harta yang mereka miliki. Mereka saling mencintai karena Allah. Inilah gambaran ukhuwah sejati dalam Islam.

Hal ini hanya bisa terwujud saat khilafah tegak. Selain itu, khilafah akan melindungi umat Islam dimanapun mereka berada. Khalifah dan bala tentaranya akan memerangi kaum kafir yang menganiaya umat Islam. Lalu ketika ada kaum muslimin dari negara kafir meminta perlindungan, maka khalifah akan melindungi dan memberikan kehidupan yang layak. 

Maka tidak ada jalan lain selain menegakkan khilafah, karena hanya dengan khilafah darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin akan terjaga. 
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama