Oleh : Ummu Zydane
Manajer Rumah Tangga


Aceh adalah salah satu wilayah di Indonesia yang diberi julukan "Serambi Makkah."
Dari hasil penelusuran saya, dalam pemikiran orang di luar Aceh, jika ke Aceh akan melihat semua yang serba bernuansa islami.
Namun, ketika mereka datang ke Aceh, sebagian heran dan akhirnya memberi kesimpulan bahwa "Aceh sama saja dengan wilayah lain dalam penerapan syariatnya."

Miris, kenapa?

Karena Aceh yang pernah berjaya di masanya kini sudah sirna, bagai dihempas gelombang tsunami. Padahal ketika Aceh berada di bawah naungan Khilafah Turki Usmani, Aceh sangat banyak menorehkan sejarah gemilang untuk negeri. Saya menulis fakta yang saya lihat, dengar dan alami sendiri sebagai Suku Aceh. Saya terlahir di Aceh dan kedua orang tua saya juga penduduk asli Aceh.

Tidak berjalannya lagi syariat Islam di bumi serambi Makkah secara kafah disebabkan telah lepas dari kepemimpinan yang menjadi Junah Aceh selama hampir 10 abad pada masa ke khilafahan Islam. Itu Artinya Islam pernah diterapkan di Aceh secara komprehensif selama 10 abad.

Tahun dan zaman berganti..
Aceh sekarang sangat menyedihkan untuk diceritakan. Tulisan ini bertujuan untuk membangun kesadaran Suku Aceh, terutama saya sendiri, dan tentu juga suku lainnya, bahwa hidup di bawah naungan khilafah akan sangat indah dan mensejahterakan. Sehingga dengan itu akan bangkit kembali ghirah untuk melanjutkan kehidupan Islam.

Sangat miris saat Hidayatullah.com dan The Citizen Daily memberitakan pernyataan kontroversial Raihan Diani, seorang aktivis mantan ketua Organisasi Perempuan Aceh Demokratik (ORPAD) dalam sebuah acara diskusi di Jakarta. Diani menuduh hukum syariah yang ditegakkan di Aceh acapkali menghasilkan diskriminasi bagi perempuan Aceh, tuduhan ini disampaikannya dalam sebuah diskusi di Jakarta bertema "Syariah Islam di Aceh dan Kesejahteraan Perempuan" di Bakoel Cafe, Cikini. Diani juga menyatakan bahwa "Hukum syariah di Aceh tidak mensejahterakan rakyat Aceh, banyak warga main hakim sendiri yang mengatasnamakan syariah."

Pada saat itu memang BNP2TKI mencatat tingginya angka kemiskinan di Aceh, sekitar 17% dan juga didapati banyak pula jumlah penganggurannya.

Pernyataan seorang wanita yang menjadi aktivis (ORPAD) ini sangat perlu diluruskan. Raihan Diani mungkin tidak paham atau pura-pura tidak paham, bahwa penerapan syariat Islam di Aceh memang bukanlah penerapan yang ideal. Ia lahir sebagai bentuk kompromi politik antara rezim sekuler Indonesia di pusat, dan GAM di daerah yang bersepakat mengkerdilkan syariat Islam secara parsial dan lokal di Aceh. Raihan juga tidak jernih dalam memahami syariat Islam, karena menundukkan HAM dan kebebasan sebagai evakuator atas hukum-hukum Islam persis seperti gaya kaum sekuler yang nyinyir terhadap Islam untuk mencari simpati Barat.

Raihan dan seluruh aktivis perempuan yang memuja HAM perlu mengetahui bahwa akar penyebab komplikasi dan dilema yang timbul akibat penerapan syariat di Aceh justru bersumber pada subordinasi aturan syariat pada hukum-hukum sekuler termasuk sistem kapitalisme liberal yang terus memacu kemiskinan dan kesenjangan ekonomi pada perempuan Aceh.

Syariat Islam di Aceh sengaja didesain parsial agar tidak menggangu proses liberalisasi ekonomi dan masuknya investasi asing di Aceh. Syariat Islam juga sengaja dibiarkan untuk diterapkan oleh rezim lokal yang inkompeten yang kerap menjadi bulan-bulanan media asing yang tidak menyukai syariat Islam. Syariat Islam di Aceh juga minim proses edukasi dan sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga mereka tidak bisa mengoreksi penguasanya tentang bagaimana penerapan yang ideal. Syariat Islam juga dikerdilkan hanya dalam aspek pidana yang miskin visi politik, hingga menimbulkan komplikasi ketidakadilan dalam Measyarakat. Kegagalan akibat penerapan syariat secara parsial di Aceh telah menjadi sasaran empuk musuh-musuh Islam, semacam memberikan amunisi tanpa henti bagi musuh-musuh umat untuk menunjuk jari pada ketidakmampuan Islam untuk memecahkan berbagai masalah.

Sesungguhnya sistem Islam hanya bisa dinilai objektif jika diterapkan secara utuh dan holistis, karena penerapan sebagian Syariat Islam, tidak akan bisa menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Sejarah Aceh sendiri yang berbicara, Tanah Aceh dan seluruh Nusantara pernah diterapkan syariat Islam secara komprehensif selama hampir 10 abad di bawah ke khilafahan Islam, tidak tersubordinasi oleh kekuatan asing dan hukum buatan manusia seperti yang terjadi hari ini. 

Perempuan Aceh berabad-abad merasakan bagaimana syariat Islam memuliakan mereka, membesarkan kiprah mereka dan menjamin kehormatan mereka, sehingga nama-nama besar muslimah Aceh seperti Laksamana Malahayati dan Cut Nyak Dien adalah sedikit contoh dari sekian banyak tokoh muslimah yang memiliki peranan besar dalam berkiprah di masyarakat. 

Di Era kejayaan Islam juga nyaris tidak terdengar praktek eksploitasi ekonomi atau problem trafficking pada kaum perempuan Aceh.
Justru pada hari ini saat Indonesia menerapkan ideologi Kapitalisme Demokrasi, ada jutaan perempuan yang terampas hak ekonominya akibat dimiskinkan secara massal oleh sistem ekonomi kapitalis, termasuk perempuan Aceh.

Visi politik ekonomi Islam memiliki kepemimpinan tunggal untuk umat Islam di seluruh dunia yakni Khilafah Islam, yang akan mengangkat beban ekonomi yang terlampau berat dari punggung-punggung umat Islam dan menempatkannya di atas bahu khalifah yang kuat. Karena hanya sistem Khilafah Islam sajalah yang menawarkan kebijakan ekonomi sehat yang telah teruji oleh waktu mampu mengangkat kaum perempuan di dunia dari derita kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan, menghapus penderitaan mereka dan membawa perubahan riil bagi kehidupan kaum perempuan. Visi politik ini tidak mungkin terwujud jika penerapan syariat hanya dilakukan secara parsial, lokal dan bertahap seperti perda syariat di Aceh, Brunei, atau pun Arab Saudi. Di sisi lain, perlu dipahami bahwa mengambil sebagian hukum Islam dan meninggalkan sebagian hukum Islam yang lain adalah dosa besar.

Allah Swt. berfirman:
"Apakah kamu beriman kepada sebahagian kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada mu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS.AL-Baqarah: 85)

Jadi sudah sangat jelas, kenapa Aceh sekarang jauh dari nuansa islami, PR besar bagi warga Aceh dan umat Islam pada umumnya untuk memperjuangkan kembali kejayaan Islam yang pernah merahmati seluruh alam.
Wallahu a'lam bishashawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama