Oleh : Indi Lestari


Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengeluarkan statement dalam peluncuran kampus merdeka, Nadiem menegaskan akan membasmi tiga dosa besar dalam sistem pendidikan nasional. Adapun ketiganya adalah intoleransi, perundungan (bullying), dan pelecehan seksual. 

Pernyataan mendikbudristek tentu menjadi sorotan publik, terkait perundungan dan kekerasan seksual tentu dua kerusakan yang harus segera dimusnahkan, publik pun pahami itu. Tetapi ketika intoleransi berada di tempat pertama ini menjadi pertanyaan besar, kenapa intoleransi menjadi hal yang sangat penting untuk dimusnahkan. 

Jika memang negeri ini darurat toleransi, faktanya nonmuslim bebas melakukan apapun yang mereka inginkan, bahkan jadi tuan tanah tanpa ada diskriminasi, tidak sedikit nonmuslim menduduki jabatan strategis di pemerintahan hal-hal yang justru sulit didapat kaum muslim di negeri barat. Lantas intoleransi yang dimaksud seperti apa?

Ada 87.2% penduduk negeri ini adalah muslim dan selama ini intoleransi hanya ditujukan pada kaum muslim, tidak pernah ada isu intoleransi ditujukkan pada pemeluk agama lain.  Muslim yang berpegang teguh pada akidah Islam, konsisten dalam menjalankan aturan Islam merekalah yang dilabeli radikal, fundamentalis bahkan tidak menerima kebhinekaan. Belum lagi  umat selalu ditanamkan bahwa seolah-olah negara ini akan hancur oleh orang-orang intoleran, radikal anti kebhinekaan.

Begitu daruratnya intoleransi kemendikbudristek mewujudkannya melalui program belajar merdeka dengan merubah pemetaan mutu pendidikan nasional, mengukur nilai-nilai pancasila melalui survei karakter dan survei lingkungan belajar dalam paket Asesmen nasional. Survei pun sudah berjalan dibeberapa sekolah penggerak, tapi ternyata isu yang dipertanyakan sejalan bersama muatan moderat. 

Diperjelas dengan pernyataan Nadiem Makarin bahwa Kemendikbudristek bersama Kemenag tengah menyiapkan materi moderasi beragama yang akan disisipkan dalam kurikulum program sekolah penggerak. Moderasi beragama dimaksudkan untuk mencegah terjadinya paham radikal, untuk menciptakan sikap saling menghormati antar pemeluk agama, keharusan yang harus dijalankan sebagai sikap pluralisme. Kemenag juga secara resmi merilis empat buku pedoman moderasi beragama, yakni buku saku moderasi bersama bagi guru, buku modul pelatihan penguatan wawasan moderasi bagi guru, pedoman mengintegrasikan moderasi pada mata pelajaran agama, dan buku pegangan siswa.

Bila kita cermati ternyata intoleransi hanya dijadikan jalan tengah untuk memoderatkan dunia pendidikan negeri ini dengan kata lain upaya untuk menjauhkan Islam dari dunia pendidikan, tidak menutup kemungkinan umat hanya akan memahami ajarannya setengah-setengah, tidak secara kafah/menyeluruh. Alih-alih memahami syariatnya secara utuh, umat Islam justru kian terjerumus dalam krisis identitas yang berkepanjangan. Bukan perbaikan, sistem pendidikan sekuler liberalisme justru mewujudkan kerusakan. 
 
Padahal untuk bisa mewujudkan sikap toleransi  dan saling menghormati  antar umat beragama. Tentunya bukan dengan menjauhkan pemahaman agama yang benar, toleransi antar umat beragama justru akan terwujud jika menerapkan Islam secara sempurna. sejarah selama berabad-abad telah membuktikan betapa besarnya toleransi Islam dan kaum Muslim terhadap pemeluk agama lain. Hal ini sebagaimana yang digambarkan oleh para sejarawan Barat. Di antaranya Sir Thomas Walker Arnold. Menurut Sir Thomas Walker Arnold, sepanjang sejarah, sikap toleran sudah mewarnai hubungan antara kaum muslim dan nonmuslim. Dalam bukunya, The Preaching of Islam. A History of Propagation of the Muslim Faith, dia mengomentari besarnya penghargaan Islam terhadap prinsip toleransi. Bahkan menurut dia, kaum nonmuslim menikmati toleransi yang begitu besar di bawah aturan penguasa muslim (khalifah). Padahal pada saat yang sama Eropa masih belum mengenal toleransi sama sekali. Barat baru menyemarakkan tenggang rasa antar dan internal umat beragama belakangan ini pada zaman modern. Lebih lanjut, Sir Thomas mengungkapkan, ketika berabad-abad lamanya para penguasa muslim (para khalifah) berkuasa, banyak sekte Kristen yang dibiarkan hidup, berkembang dan bahkan dilindungi aturan negara (Khilafah Islam).

Maka  hanya dengan sistem  Islam, peradaban yang ideal akan terwujud. Pendidikan Islam yang berlandaskan aqidah akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah; mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam bukan sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan. 
Wallahu a'lam bishshawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama