Oleh Luluk Kiftiyah
Muslimah Preneur


Moderasi beragama masih hangat diperbincangkan di berbagai media. Terkait apa itu moderasi beragama dan apa dampaknya jika ide ini tak dibendung dengan pemahaman yang benar, maka bisa menjadi penyesatan akidah.

Kata "moderasi" memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata "moderasi" berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). 

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "moderasi" berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata "moderat”, yang berarti jalan tengah. Jadi, moderasi beragama artinya beragama dengan moderat atau tidak ekstrem (radikal).

Hal ini juga ditekankan oleh menteri agama Yaqut Cholil Qoumas, bahwa dengan penguatan moderasi beragama bisa menjadi solusi pada sebagian muslim yang memiliki pemikiran keagamaan eksklusif dan ekstrem. (kemenag.go.id, 10/12/2021)

Lalu benarkah demikian? Memang seperti apa muslim yang eksklusif dan ekstrem itu?

Versi pemerintah pemikiran yang eksklusif dan ekstrem itu muslim yang tidak ikut berpartisipasi terhadap ibadah agama lain, seperti mengucapkan selamat natal. Kemudian yang tidak mendukung ide feminisme, persamaan gender, LGBT, sistem ribawi, dan lain sebagainya. Muslim yang tidak sepakat dengan hal di atas, merekalah yang di  stempel sebagai muslim radikal (ekstrem). 

Pemerintah juga membangun garis merah antara muslim moderat dan radikal. Dikatakan muslim moderat jika tidak menginginkan diterapkannya Islam kafah, dan dikatakan muslim radikal jika menginginkan diterapkannya Islam kafah. 

Sebenarnya istilah moderat dan radikal ini diciptakan barat untuk mengkotak-kotakan muslim. Jelasnya, definisi muslim moderat atau ekstremisme (radikalisme) berasal dari satu sumber, yaitu doktrin Barat. Jadi ekstremisme merupakan stigma Barat terhadap Islam.

Padahal sesungguhnya tidak ada embel-embel setelah muslim ataupun Islam. Muslim ya muslim, Islam ya Islam. Islam agama yang sempurna, sebagaimana firman Allah Swt. 

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ 

"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (QS. Ali-Imran [3]: 19)
 
Sementara, masalah yang sebenarnya di negeri ini bukan tentang radikalisme atau ekstremisme. Ibarat pepatah gajah di pelupuk mata tak tampak tapi semut di seberang pantai tampak jelas. Itulah gambaran yang sedang terjadi di negeri ini.

Kita lihat saja, kekayaan alam lari ke luar negeri, pejabat sibuk memperkaya diri, ekonomi kerap resesi, korupsi bak gurita oligarki, politik uang menjadi tradisi, moral bangsa terdegradasi. 

Kualitas pendidikan tidak mumpuni, kriminalitas semakin mengerikan, angka perceraian tinggi, kekerasan perempuan tidak kunjung henti, eksploitasi perempuan marak terjadi,  sampai pada kekerasan seksual yang menjadi-jadi.

Sebenarnya moderasi beragama itulah yang berbahaya, mengikis Islam kafah. Justru membuat muslim semakin jauh dari akidah Islam. Akibatnya masalah bukannya selesai, tapi malah semakin parah.

Artinya, solusi negeri ini jelas bukan Islam moderat, melainkan Islam kafah. Sebab Islam akan mengembalikan kekayaan alam bagi kemaslahatan umat, mewujudkan politik yang bersih, menjunjung tinggi keadilan, menciptakan pergaulan yang kondusif,  menjamin kesehatan bagi setiap rakyatnya.

Negara juga menyediakan pendidikan, kesehatan gratis dan berkualitas, serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap individu keluarga. Sebagaimana terbukti pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, yang sulit mencari orang miskin kala itu. Tidak ada satu pun rakyatnya yang mau menerima zakat, karena semua rakyatnya hidup berkecukupan.

Dengan penerapan Islam kafah, berkah Allah Swt. akan tercurah untuk negeri ini, sebagaimana firman-Nya,

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf [7]: 96)

 Wallaahu a'lam bishshawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama