Oleh Rita Rosita


Belum hilang kekecewaan akan naiknya harga sembako, memasuki tahun 2022 ini rakyat kembali mendapat kado pahit. PT Pertamina (Persero) memutuskan  untuk menaikan harga LPG nonsubsidi sebesar Rp1600 - Rp2600 perkilogram (kg), sejak Sabtu (25/12) lalu. Mereka berdalih kenaikan ini karena menyikapi lonjakan harga di level internasional. 

PJ corporate Secretary Permina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Cormesial dan Tranding, Irto Ginting menjelaskan bahwa besaran penyesuaian harga LPG nonsubsidi yang porsi konsumsi nasionalnya 75% berkisar antara Rp1600- Rp2600 perkg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan faimess (keadilan) harga antar daerah.(cnnindonesia.com, 27/12/2021)

Ketar ketir masalah harga LPG memang kerap terjadi, dilihat kondisi Indonesia yang masih berstatus sebagai negara pengimpor minyak adalah masalah tersendiri. Sebagaimana diketahui, LPG berasal dari minyak, sementara Indonesia masih mengimpor minyak, baik yang mentah ataupun olahan sampai dengan 2019, Indonesia masih mengimpor 75% dari total kebutuhan LPG.

Kenaikan harga LPG nonsubsidi ini jelas membebani masyarakat, di tengah upaya pemulihan ekonomi mereka harus kembali tertatih menata ekonomi dengan naiknya harga LPG. Kondisi seperti ini jelas akan menimbulkan masalah baru. Banyak masyarakat yang cenderung akan beralih ke LPG 3 kg sebagai upaya penghematan, alhasil LPG akan mengalami kelangkaan di tengah isu pencabutan subsidi.

Harga LPG nonsubsidi 5 dan 12 kg juga akan berpeluang naik di level konsumen, karena para pengecer yang tentu saja menjualnya di atas harga demi mendatangkan untung. Jelas kenaikan ini berefek langsung pada kenaikan harga kebutuhan rumah tangga.

Dengan populasi penduduk yang terus bertambah, lebih dari 260juta masyarakat Indonesia membutuhkan  bahan bakar tiap harinya untuk berbagai aktivitas, perkiraan kedepannya, total konsumsi bahan bakar masyarakat masih akan terus tumbuh. Problem ini berpotensi terus muncul mengingat status Indonesia sebagai negara pengimpor.
Jika demikian adanya, bukan tidak mungkin rakyat akan terus merasakan teror kenaikan harga LPG. Apakah tidak akan ada jalan untuk menuntaskan kekhawatiran masyarakat akan naiknya harga LPG di tahun mendatang?

Pada dasarnya Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurai masalah klasik kenaikan harga LPG. Indonesia merupakan salah satu negara yang cadangan gasnya besar, bahkan terbesar kedua setelah Cina di kawasan Asia Pasifik. Menurut BP Energi Statistics, Indonesia memiliki cadangan gas mencapai 2,8 triliun meter kubik.

Kekayaan alam berupa gas alam yang ada di Indonesia pada dasarnya mampu memenuhi kebutuhan rakyat akan energi, hanya saja tata kelola sumber data alam yang masih bermasalah membuat pemenuhan kebutuhan rakyat berjalan tidak efisien. Salah satu contohnya pipa gas alam Daru Natuna yang justru  disalurkan ke Singapura. Infrastruktur pipa yang harusnya bisa menyuplai gas untuk masyarakat juga sangat minim pembangunan bahkan sekitar 85% ladang migas dikuasai asing dengan kontrak yang tidak menentu.

Padahal harga gas terutama untuk jenis Liquified Natural Gas (LNG) lebih miring ketimbang harga LPG. Salah satu alasannya karena harga LPG lebih bergantung dari harga minyak, sementara harga LNG tergantung pada harga gas alam. Selain lebih murah dari harga minyak, harga gas cenderung lebih stabil ketimbang harga minyak yang sering mengalami fluktuasi tajam.

Dengan demikian, Indonesia pada dasarnya mempunyai solusi alternatif dari penggunaan LPG meski dengan beberapa catatan, tata kelola sumber daya Indonesia harus mengalami perubahan. Masalah yang mendasar dari negeri ini adalah tata kelola SDA yang berbasis kapitalisme, alih tanggung jawab pemerintah ke pihak swasta merupakan konsekuensi logis dari penerapan kapitalisme.

Pemenuhan kebutuhan rakyat dalam Islam, penguasa akan mengelola energinya secara mandiri, jauh dari intervensi. Minyak dan gas adalah dua komoditas yang penting di dunia, sifatnya sebagai komoditas yang dibutuhkan banyak orang, membuat minyak dan gas masuk dalam kategori kepemilikan umum. 

Dalam Islam kepemilikan umum terlarang dari privatisasi. Dalam menjalankan tugasnya, penguasa harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi bahkan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu pengelolaan energi terintegrasi dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.

Untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap minyak gas, penguasa bisa menempuh dua kebijakan, pertama mendistribusikan minyak, gas, dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah. Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan sejenisnya.

Maka dengan adanya peran negara  sebagai pihak yang bertanggung jawab, harus mengelola sumber daya alam tersebut dengan benar sesuai syariat Islam. Sehingga  hasilnya dapat digunakan untuk mensejahterakan rakyat, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok, penerangan, keamanan, fasilitasi publik,  pendidikan maupun kesehatan. Dengan  aturan Islam yang diterapkan secara sempurna, tentu berbagai persoalan yang membelit negeri ini dapat teratasi. Termasuk solusi bagaimana mensejahterakan masyarakat. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama