Terkait pemindahan ibu kota Pengamat Ekonomi,  DR. M. Rizal Taufikurahman mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana pemindahan ibu kota. Meski Bapenas sudah melakukan kajian tentang pemindahan ibu kota sejak tahun 2016. 

"Hanya saja ada beberapa aspek yang harus diperhatikan betul ketika ingin memindahkan ibu kota. Aspek yang pertama, ketepatan waktu. Kapan waktu yang tepat untuk pindah ibu kota. Aspek yang kedua, urgensi pemindahan ibu kota. Apakah menjadi kebutuhan negara pada saat ini atau jangka waktu menengah. Aspek yang ketiga, pembiayaan pemindahan ibu kota dengan kondisi ekonomi saat ini. Apakah cukup efektif mengandalkan pihak swasta, padahal kita bukan sedang membangun ekonomi melainkan memindahkan administrasi negara." tuturnya  dalam acara Kabar Petang dengan tema "Problem Serius Pindah Ibu Kota" yang ditayangkan di YouTube oleh chanel Khilafah News, Jumat (21/1/2022). 

Menurutnya, pemindahan ibu kota tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian negara, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berbeda apabila kita membangun kawasan industri dengan berbagai sarana dan prasarana, baru bisa meningkatkan kinerja ekonomi. 

"Apalagi di tengah kondisi pandemi dan ekonomi saat ini, pemindahan ibu kota seolah dipaksakan. Padahal keterbatasan fiskal dan ketidaksiapan pemerintah akan menimbulkan masalah baru, seperti masalah migrasi dan lain-lain." ujarnya. 

Besarnya anggaran biaya pemindahan ibu kota, DR. M. Rizal menilai ada dua skema yang dipakai pemerintah yaitu, 20℅ dari APBN, sisanya 80℅ dari pihak swasta. Bahkan digadang-gadang, ada beberapa negara yang akan berinvestasi untuk pembangunan ibu kota baru. Dalam hal ini ada 3 penasehat yaitu, Mantan Perdana Menteri Inggris, Putra Mahkota Raja dari Uni Emirat Arab, dan Bankir dari Jepang. Mereka yang akan berkontribusi menarik investor asing untuk pembangunan ibu kota baru 

"Seharusnya dalam pembangunan negara tidak boleh dilakukan oleh pihak swasta. Bayangkan bila gedung pertahanan keamanan dibangun dari investasi swasta. Padahal tingkat kerahasiaan negara harus dijaga." ungkapnya. 

Lebih jauh beliau menilai, yang perlu dikhawatirkan apabila perhitungan dan perencanaan keuangan untuk pembangunan ibu kota baru tidak tepat atau meleset dari apa yang telah direncanakan. Misalnya biaya pembangunan yang membengkak karena perubahan harga lahan atau bahan bangunan. Hal ini akan menyebabkan pembangunan ibu kota baru rentan mencapai keberhasilan. 

Selanjutnya beliau mengatakan, alasan yang dijadikan argumentasi tujuan pembangunan ibu kota baru yang pertama dengan alasan strategis. Yang kedua, karena kondisi Jakarta yang sudah kronik, seperti masalah banjir dan kemacetan. Yang ketiga, untuk pemerataan pembangunan. Namun dilihat dari kota yang dipilih untuk ibu kota baru, sepertinya tujuan pembangunan ibu kota baru tidak akan terwujud. 

"Sebabnya, karena ibu kota baru tidak dalam satu wilayah daratan dengan ibu kota yang lama. Perlu konektivitas yang baik antar provinsi dan  infrastruktur yang memadai untuk pemerataan ekonomi. Ketersediaan energi yang minim dan kondisi lahan yang berbeda akan menambah besar biaya pembangunan ibu kota baru. Jangan sampai Indonesia mengalami kegagalan dalam memindahkan ibu kota seperti yang dialami oleh negara Brazil dan Malaysia." lanjutnya. [] Rosmita

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama