Oleh Ummu Syakira
Muslimah Peduli Negeri


Beberapa waktu yang lalu, pemerintah menggelar konferensi pers terkait vaksinasi booster sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari Covid-19 yang terus bermutasi. Ada beberapa hal yang disampaikan, yakni 1) Diberikan secara gratis. 2) Kriteria sasaran usia 18 tahun keatas dan sudah mendapat vaksinasi dosis lengkap minimal 6 bulan yang lalu. 3) Prioritas untuk lansia dan kelompok rentan/immunocompromised. 4) Dilaksanakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. 5) Tujuannya untuk melindungi masyarakat Indonesia dari Covid-19 dan varian-variannya. 6) Pemerintah sudah memiliki vaksin yang cukup dari hasil kontrak tahun lalu maupun tambahan donasi vaksin dunia (Covax maupun bilateral). 7) Kombinasi vaksin yang ditentukan Kemenkes:

a. Vaksin 1 dan 2 Sinovac akan diberikan vaksin booster: 1/2 dosis Pfizer
b. Vaksin 1 dan 2 Sinovac akan diberikan vaksin booster: 1/2 dosis Astrazenca
c. Vaksin 1 dan 2 Astrazeneca akan diberikan vaksin booster: 1/2 dosis Moderna

Dibuat Berdasarkan ketersediaan dan perkembangan hasil penelitian. Sesuai dengan BPOM, ITAGI, dan WHO. 8) Beberapa penelitian dari luar negeri vaksin booster dengan jenis kombinasi yang berbeda (heterolog) menunjukan hasil antibodi yang sama/lebih baik dari vaksin booster dengan jenis yang sama (homolog). 9) Penelitian dalam dan luar negeri menunjukkan vaksin booster 1/2 dosis menghasilkan peningkatan level antibodi yang relatif sama/lebih baik dibanding dosis penuh dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang lebih ringan.

Sementara munculnya varian baru virus Corona, baik itu di Inggris, Afrika Selatan, maupun di Brazil memicu kekhawatiran banyak kalangan. Varian B117 mula-mula ditemukan di Inggris dan kemudian di Denmark. Virus Corona mutasi Inggris menyebar 70% lebih cepat dibanding virus Corona Wuhan. Sejauh ini, varian baru B117 juga ditemukan di berbagai negara di Eropa, Amerika, maupun Asia.

Mempertanyakan Vaksin Booster

Mutasi pada virus bukan hal aneh. Rata-rata muncul dua varian baru setiap bulan. Namun, pada varian mutasi virus Corona yang ditemukan di Inggris, para peneliti melaporkan virusnya sudah mengalami 17 perubahan gen. Berbagai varian mutasi virus Corona yang muncul di berbagai lokasi itu, membuat para pakar kesehatan mencemaskan, vaksin Corona bisa saja kehilangan keampuhannya.

Sejauh ini memang belum diteliti secara mendalam, bagaimana keampuhan vaksin Corona terbaru yang dikembangkan dari mRNA dalam kasus mutasi virus. Posisi aktual menunjukkan, vaksin buatan BioNTech/Pfizer dan Moderna juga ampuh melawan varian virus mutasi B 117 dari Inggris. Vaksin mRNA itu tetap mampu menangkap "spike-protein" virus yang bersangkutan. Namun, sejauh mana vaksin yang saat ini sudah ada masih ampuh menghadapi varian mutasi virus Corona lainnya, harus ditunjukkan dengan riset lebih lanjut. (kompas.com, 22/1/2022).

Jika demikian, mampukah vaksin yang ada diupdate sesuai perkembangan virus? Sementara pemerintah sendiri masih nampak “bingung” terkait kebijakan pada lembaga penelitiannya. Buktinya adalah bergabungnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Padahal peleburan ini diprediksi akan mempengaruhi penelitian vaksin yang telah dilakukan Eijkman. Belum lagi adanya kemungkinan jika virus Corona suatu saat nanti mengalami mutasi ekstrem, hingga antibodi yang dipicu vaksin tidak mampu lagi menetralisirnya, maka vaksin harus disesuaikan lagi. Sehingga jelaslah solusi vaksin booster serasa pungguk merindukan bulan.

Menurut ahli patologi klinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Tonang Dwi Ardyanto, virus Corona melakukan mutasi karena mereka ingin bertahan hidup di dalam inangnya. Virus Corona itu bermutasi tidak untuk menjadi lebih ganas, tapi lebih mudah menyebar dengan cara lebih bisa untuk menghindari sistem imun. Hal itu membuat virus tersebut mampu bertahan hidup, beradaptasi, sekaligus keberadaannya tidak terhenti. (kompas.com, 8/12/2021).

Kebijakan Khas Kapitalisme

Dari sini dapat disimpulkan, virus Corona tak akan terus bermutasi seperti saat ini jika sejak awal penanganan pandemi ini tertangani dengan tepat. Sehingga segera berakhir, tidak seperti kondisi sekarang di mana dunia mengalami pandemi hingga masuk tahun ketiga. Semua ini menunjukkan, dunia  termasuk Indonesia dengan solusi ala kapitalisme sekulernya dalam menangani pandemi terbukti gagal. Karena nyata dan jelas lebih mengutamakan fokus ekonomi daripada menghentikan sebaran virus secara total hingga bermutasi menjadi varian Omicron.

Di negeri kita sendiri, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan jumawanya memastikan sistem kesehatan nasional saat ini telah siap menghadapi lonjakan kasus akibat varian Omicron. Tetapi di sisi lain, ia menekankan langkah preventif dari kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi kunci utama untuk menekan laju penularan. Sehingga nampak kesiapan pemerintah hanya mengandalkan sediaan obat-obatan semata. Tidak diintegrasikan dengan mitigasi terintegrasi dari sektor lain. Seperti pariwisata dan ekonomi. Juga nampak pemerintah menegaskan kesiapan bila ada penularan meluas, bukan menghalangi penularan dengan menutup jalur antar negara atau pembatasan daerah. Di mana telah menjadi bukti, awal asal Omicron masuk ke Indonesia adalah dari luar negeri.

Melirik Solusi Islam

Jika kapitalisme sekuler yang diadopsi sebagian besar negara-negara di dunia termasuk Indonesia, terbukti telah gagal menangani pandemi, harusnya kita sebagai muslim melirik solusi Islam yang telah terbukti mampu memberikan solusi tuntas saat menangani wabah. Karena jaminan penerapan syariat Islam, akan membawa keberkahan pada manusia. Sebagaimana Allah Swt. telah berfirman :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al-A’raf: 96).

Ini semua disebabkan karena paradigma berpikir ala sistem kapitalisme, yang jelas berbeda dengan sistem Islam yang mementingkan keselamatan dan nyawa rakyatnya di atas kepentingan ekonomi. Keselamatan atau keamanan nyawa adalah kebutuhan pokok warga negara yang harus terpenuhi oleh Khilafah, sebuah sistem pemerintahan Islam sebagai pelindung warga negara. Ini adalah tanggung jawab besar bagi negara Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).

Untuk menangani pandemi penyakit menular, semisal Covid-19 ini secara fundamental, sistem Islam kafah memiliki solusi, setidaknya dalam lima hal.

Pertama, pemimpin (khalifah) akan melakukan lockdown atau menutup wilayah sumber penyakit. Harapannya, virus tidak menyebar luas dan daerah yang tidak terinfeksi dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi mereka secara normal tanpa takut tertular. Selain itu, upaya ini membuat penguasa Islam fokus menyelesaikan kasus di daerah terdampak wabah.

Kedua, melakukan Test-Tracing-Treatment (3T) dan memisahkan orang sehat dari orang sakit. Kemudian akan memberlakukan tes massal, baik rapid test maupun tes usap secara gratis bagi warganya. Bagi mereka yang sakit, negara mengurus pengobatannya hingga sembuh.

Ketiga, menyediakan segala kebutuhan pokok bagi masyarakat di daerah wabah yang tidak terinfeksi penyakit. Juga berupaya menjamin agar semua rakyat dapat melaksanakan protokol kesehatan guna memutus rantai penularan virus penyakit.

Keempat, menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat, juga memberikan tunjangan yang layak bagi tenaga medis/instansi kesehatan.

Kelima, mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset terhadap vaksin terbaik untuk menangani penemuan virus varian baru.

Khatimah

Solusi Islam ini berasal dari wahyu Allah, Sang Pencipta dan Maha Mengetahui hakikat virus itu sendiri dan solusi fundamental untuk menghentikan penyebarannya. Oleh karena itu, jika manusia mengikuti solusi yang berasal dari wahyu Allah, pasti akan mendapatkan solusi hakiki. Akan tetapi, segala upaya mulai dari pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi, wajib senantiasa terikat dengan tuntunan wahyu (syariat Islam). Semua ini hanya bisa berlangsung sempurna ketika menerapkan sistem yang bersumber dari wahyu juga, yaitu sistem Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama