Oleh Nadia Khoerun Nissa  
Mahasiswi


Kasus viral akhir-akhir ini, Mario seorang anak dari mantan pejabat Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu, yang ditetapkan menjadi tersangka atas kasus penganiayaan terhadap D (17) dan dijerat pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 mengenai perlindungan anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP. Tidak hanya mario, temannya pun Shane (provokator dan perekam) ikut terjerat dengan pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 mengenai Perlindungan Anak subsider Pasal 351 KUHP.

Mario yang melakukan perbuatan keji yang sampai menyebabkan D mengalami koma selama beberapa hari, ada kemungkinan karena ia biasa hidup dengan penuh kemudahan, seperti yang Pakar Kriminolog Universitas Indonesia (UI) sebutkan bahwa ada kemungkinan Mario bisa bertindak brutal seperti itu karena selama ini, ia sudah terbiasa hidup dengan penuh kemudahan dan tidak pernah merasakan hidup susah atau situasi yang down. Hal ini bisa menjadikan emosinya menjadi memuncak saat dirundung masalah sehingga menjadikan korban D sebagai pelampiasannya.

Mario merupakan wujud anak dengan pola asuh yang salah, hal ini pun tampak dari dugaan pakar kriminologi dan kepolisian Adrianus Meliala bahwa ada kemungkinan Mario ini memiliki trauma di masa kecil. Menurutnya, beberapa anak yang sudah dewasa dengan emosi yang tidak terkontrol, bisa saja pernah mengalami trauma pada masa kecil.

Hal ini pun selaras dengan apa yang disebutkan  Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan  Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari yang menyatakan bahwa saat ini masih banyak anak di Indonesia dengan pola pengasuhan yang tidak layak. Berdasarkan data Susenas 2020, terdapat 3,73 persen balita dengan pola pengasuhan yang tidak layak. Selain itu juga, terdapat 15 provinsi dari 24 provinsi yang memiliki pola pengasuhan di bawah rata-rata Indonesia. 

Menurut Rohika, orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan yang  baik terhadap anak, termasuk memberikan semangat, pujian, menghargai waktu dan lain sebagainya. Pola pengasuhan yang tidak layak, akan memunculkan perasaan mudah tersinggung dan putus asa yang dapat  mengakibatkan anak mempuyai daya juang yang lemah.

Pola asuh orang tua merupakan satu hal penting dalam mendidik sang buah hati, karena pola asuh akan menentukan bagaimana sang anak tumbuh, tentunya, orang tua harus memiliki banyak wawasan supaya dapat menerapkan pola asuh yang baik untuk anaknya, bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan jasmaninya saja, anak pun harus dididik dengan baik, ditanamkan nilai-nilai religius dan moral. Sehingga saat anak sudah tumbuh dewasa, sudah tertancap kuat nilai-nilai kebaikan dalam dirinya.

Pola asuh yang salah terjadi ketika orang tua tidak memahami cara mendidik anak dan sistem kehidupan yang sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), sekulerisme telah berhasil menjauhkan masyarakat termasuk peran orang tua dari nilai-nilai agama. Banyak  orang tua yang lebih mementingkan hal-hal duniawi untuk anaknya karena menganggap  bahwa materi adalah segalanya. Alhasil, banyak anak yang tidak mengetahui nilai-nilai agama serta tidak menjadikannya sebagai standar hidupnya. Sistem pendidikan sekarang pun tak mampu mencetak generasi yang beriman dan bertakwa.

Allah SWT telah mengingatkan dalam firman-Nya: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqaan {25}: 74)
 
Allah juga berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66]: 6)

Islam memiliki pengetahuan yang lengkap, termasuk tsaqafah mengenai pernikahan, keluarga, pola asuh orang tua kepada anak dari masih dalam kandungan sampai balig. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan ketakwaan terhadap sang anak sehingga menghasilkan pemahaman bahwa hanya Islam sebagai standar kehidupan.

Selain itu, lingkungan sosial yang kondusif bagi anak pun diperlukan, hal itu akan membantu dalam menciptakan atmosfer sehat bagi pendidikan, pemikiran dan pemahaman sang anak. Masyarakat tersebut, tak lain hanyalah masyarakat Islam yang juga standar kehidupannya adalah Islam.

Tidak hanya itu, peran negara dengan standar kehidupan Islam pun dibutuhkan sebagaimana khilafah sejak masa Rasulullah, Khulafaurasyidin dan khulafa setelah mereka. Ini sebagai Langkah dalam mempersiapkan generasi muslim yang kuat dan teguh memegang ajaran Islam, yang lahir dari keluarga muslim dengan fondasi Islam.

Sistem kekhilafahan juga akan menerapkan pendidikan Islam untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian Islam, hal ini sebagai penunjang bagi tatanan akidah yang sudah ditanamkan oleh keluarga. Khilafah juga akan memberikan kesejahteraan, kecukupan ekonomi serta jalan nafkah yang halal, hal ini menjadi penting, supaya orang tua (khususnya ibu) tidak menelantarkan dan mengabaikan anaknya karena memikirkan kebutuhan hidup yang tak kunjung terpenuhi.

Khilafah pun akan menerapkan sanksi Islam dengan sifatnya sebagai zawajir  (pencegah) sekaligus jawabir (penebus dosa) bagi mereka yang melanggar. Dengan itu, tidak akan menjamur berbagai kejahatan yang dilakukan.

Dengan penerapan pola asuh orang tua yang baik dan tepat dalam menanamkan akidah yang kuat akan menjadi fondasi awal yang baik bagi tatanan keluarga. Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama