Oleh Purwanti
Aktivis Muslimah


Di kutip dari siaran pers Kementerian Agama (Kemenag) (Senin, 4/9/2023) dari pondok pesentren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, jawa barat. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghimbau masyarakat dalam menjelang pemilu 2024 agar jangan memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.

Yaqut meminta masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Ia juga menyatakan pemimpin yang ideal harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. "Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam, bukan rahmatan lil Islami, tok," ujarnya.

Yaqut juga menambahkan kita lihat calon pemimpin kita ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih! 

Pengamat politik dari universitas Al Azhar Indonesia, Ujung Komarudin bahwa pernyataan Menteri Agama(Menag)RI yaqut Cholil Qoumas justru malah memicu perpecahan diantara masyarakat. Para pejabat termasuk para menteri tidak perlu membuat pernyataan yang tidak perlu, karena masyarakat sudah paham dan tahu politik indentitas, SARA, dan adu domba ditinggalkan dan dihilangkan.

Menyesatkan Pemahaman Umat

Pernyataan yang di sampaikan oleh Menteri Agama Yaqut dapat menyesatkan dan membahayakan kehidupan umat, karena agama di tuduh sebagai alat politik. Pernyataan tersebut akan mengiring pola pikir umat bahwa Islam tidak mengajarkan tentang politik dan membuat umat takut untuk melakukan kegiatan politik.  Padahal Islam bukan hanya sekedar ajaran spiritual seperti shalat, haji, puasa, zakat,  tetapi juga mengenai politik karena didalam terdapat kumpulan hukum syara yang mengatur seluruh masalah manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama dan juga mabda. Di dalam Islam, politik adalah bagian dari syariat Islam.

Pernyataan berpolitik jangan membawa agama, sejatinya mencerminkan ini adalah negara sekulerisme. Sekulerisme adalah negara yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan spiritual seperti shalat, zakat, puasa, haji. Sedangkan untuk urusan politik yang mengurusi hajat orang banyak dilarang menggunakan aturan agama, mereka menggunakan aturan yang mereka buat sendiri yang berdasarkan manfaat.

Alhasil dari memisahkan agama dari kehidupan membuat umat terbawa pada aktivitas politik yang berorientansi haus akan kekuasaan dan kotor seperti  saat ini. Di dalam sistem Sekulerisme tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi akibatnya para politisi meninggalkan dan mengubah aturan Allah dan digantikan dengan undang-undang buatan manusia hanya demi kepentingan mereka.

Politisasi Agama

Sudah menjadi hal yang lumrah setiap menjelang pemilu para politisi parpol mengubah penampilannya bergaya Islami. Mereka melakukan pencitraan bahwa mereka peduli dengan nasib umat muslim dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan suara dari umat. Apalagi mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim.

Inilah yang dinamakan politisasi agama yaitu menjadi agama hanya sebatas alat untuk memperoleh suara. Sebagai hakekatnya sebuah alat, jika sudah tidak dibutuhkan akan di buang. Begitu pun yang terjadi pada saat ini suara umat Islam hanya dijadikan alat untuk meraih kepentingan politik, jika sudah tercapai kepentingannya umat di campakkan.

Ini watak sistem yang menggunakan pemilihan berdasarkan suara terbanyak, agama hanya diposisikan begitu rendahnya. Asasnya menolak agama dalam mengatur urusan negara, agama hanya di gunakan mendulang suara. Setelah kepentingan politiknya tercapai, agama dibuang jauh-jauh, karena akan mengganggu proses berjalannya negara sekulerisme.

Islam dan Politik Tak Dapat Dipisahkan

Islam adalah agama yang berbeda sama sekali dengan agama maupun ideologi yang lain. Islam bukan hanya agama yang mengurusi tentang spiritual saja seperti salat, zakat, haji, dzikir, tetapi juga masalah politik seperti pemerintahan, ekonomi, hukum dan lain-lain. Agama dan politik dibangun berdasarkan akidah Islam.

Politik Islam dibangun di atas dasar akidah Islam. Konsep politik Islam yakni mengurusi urusan umat dengan aturan-aturan agama. Politik dan agama adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Di dalam aktivitas politik dilaksanakan oleh umat dan negara. Negara merupakan yang mengatur urusan rakyat secara praktis. Lalu umat mengontrol sekaligus mengoreksi negara dalam melaksanakan tugasnya.


Sirah Rasulullah saw telah menghimpun berbagai kisah yang luar biasa berkaitan sikap dan aktivitas politik Rasulullah saw. Salah satunya sejak pertama kali tegaknya Islam di Madinah Rasulullah melakukan aktivitas politik yaitu menerapkan dan menyebarkan hukum-hukum Islam serta Rasulullah terjun dalam peperangan untuk menaklukkan wilayah agar dapat diterapkan hukum Islam.

Politik adalah inti dari ajaran Islam. Kekuatan politik Islam lahir dari akidah Islam dan hukum syara yang mengatur seluruh masalah manusia. Itulah yang menjadi jaminan kebahagiaan bagi kaum muslim dan manusia pada umumnya. Kegemilangan politik Islam bahkan dibuktikan oleh pujian musuh-musuh Islam yang jujur.

Bahwa politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat yang bertujuan untuk menegakkan hukum-hukum Islam dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Bukan seperti politik dalam negara Sekulerisme yang hanya bertujuan pada kekuasaan dengan mengabaikan aturan -aturan Allah Swt. Di dalam aktivitas politik sekuler selalu menghalalkan segala cara, menerapkan dan membuat hukum-hukum buatan manusia serta mengeliminasi hukum-hukum Allah hanya untuk kepentingan dunia. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama