Oleh Alfaqir Nuuihya
Ibu Pemerhati Umat
Sukabumi kembali digemparkan oleh kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah kepada kedua anaknya yang berusia 17 dan 19 tahun. Kasus yang terjadi di Cisolok Kabupaten Sukabumi ini sangat mencengangkan karena ternyata pemerkosaan ini telah terjadi begitu lama, sejak anak-anak berusia 4 dan 5 tahun.
Saat kasus ini mencuat ke publik, ternyata anak pertama telah berusia 19 tahun bahkan sempat melahirkan anak dari hasil perbuatan asusila ayahnya tersebut. Hanya saja anak tersebut memilih kabur ke Bekasi, sampai melahirkan di sana akibat trauma dari perbuatan ayahnya tersebut.
Ayahnya yang berprofesi sebagai guru, ketika diamankan oleh pihak berwajib, di depan awak media membuat pengakuan yang mengejutkan, bahwa alasan memperkosa kedua anaknya karena sudah tidak ada cinta kepada istri dan sering menonton video porno. (sukabumiupdate.com, 9 November 2023)
Sangat disayangkan, seorang ayah yang bahkan berprofesi sebagai guru tega melakukan perbuatan asusila terhadap darah dagingnya sendiri. Ayah yang seharusnya menjadi uswah hasanah (contoh yang baik) bagi keluarga, memberikan perlindungan, bahkan memberi periayahan (baca: mengurus) terbaik terhadap anggota keluarga nyatanya malah sebaliknya.
Seharusnya menjadi qawwam dalam keluarga malah menjadi monster yang merusak masa depan anak-anaknya.
Alih-alih mendapatkan rasa nyaman dan aman, anak ternyata mendapatkan perlakuan di luar nalar. Gangguan psikologi mengintai, mental yang rusak, pengalaman buruk menjadi mimpi yang terus menghantui, jaminan keluarga tenteram tidak terwujud, bahkan suasana keimanan dalam keluarga mustahil tercipta.
Konten video porno nyatanya menjadi salah satu alasan perbuatan bejat tersebut. Inilah bentuk pemikiran sekuler yang telah merasuk dalam setiap pribadi dalam sistem kapitalisme. Orang-orang hanya mencari solusi sesaat tanpa memikirkan dampak buruk dari perbuatan tersebut bahkan memalingkan diri dari perspektif Islam terhadap perbuatannya tersebut.
Sangat disayangkan, kasus ini baru terbongkar setelah hampir 15 tahun. Ke mana saja orang-orang terdekat dan bagaimana sikap lingkungan keluarga tersebut? Sungguh, dalam sistem kapitalisme menjadi pribadi yang individualis adalah lumrah terjadi. Tidak peduli dengan kejadian sekitar apalagi jika tidak mendatangkan hasil berupa materi. Asalkan keluarganya tidak menjadi korban, bagi para individualis sudah cukup.
Sering terjadi pula, ketika kita peduli kepada orang lain, akan disalahartikan, seakan kita ikut campur urusan orang lain bahkan mengganggu kebebasannya. Masyarakat yang telah terjangkit oleh virus individualis tidak akan pernah peka dengan keadaan sekitar, kecuali jika menyangkut dirinya, atau ketika kejadian tersebut telah mencuat ke publik. Bak pahlawan kesiangan, mereka akan muncul ke permukaan, mengemukakan pendapat yang sudah basi.
Negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyortir setiap konten yang masuk. Negara memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap penyebaran konten porno. Namun kembali lagi, sebagai negara kapitalis sering kali tidak mempertimbangkan dampak buruk dari setiap konten-konten yang menyebar di masyarakat, karena bagi negara kapitalis adanya pemasukan ke dalam kas negara, lebih penting dari segalanya. Kalaupun ada penutupan konten porno, hal tersebut dilakukan alakadarnya, tidak serius, terkesan main-main.
Berbeda dengan aturan Islam. Seorang laki-laki akan dipersiapkan untuk menjadi qawwam yang benar-benar mampu me-riayah seluruh anggota keluarga, memberikan rasa aman dan nyaman, menciptakan suasana keimanan, dan menjamin kekondusifan rumah. Bahkan ketika seorang ayah tidak mampu memikul amanah mulia sebagai qawwam, negara dipastikan akan menjembatani dan memberikan fasilitas untuk para ayah agar tetap bisa meng-upgrade diri, sehingga mampu menjadi qawwam yang sesungguhnya.
Masyarakat pun akan membentuk individu yang peka dengan keadaan sekitar. Di dalam Islam, tolong-menolong dalam kebaikan adalah sebuah keniscayaan yang berlandaskan keimanan. Masyarakat tidak akan membiarkan orang lain tidak aman karena sejatinya seorang mukmin tidak dikatakan beriman jika tetangganya tidak mendapatkan rasa aman.
Begitu pun dengan konten yang menyesatkan, negara dipastikan akan menyensor setiap tontonan yang dapat membahayakan generasi, memengaruhi pola pikir, bahkan menghancurkan keimanan rakyat. Karena sejatinya negaralah yang memiliki peran penting dalam menciptakan suasana kondusif dan aman di masyarakat. Negara pula yang memiliki pemimpin, dan pemimpin tersebut bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyatnya.
Terakhir, para ayah harus legawa untuk terus meng-upgrade diri, agar mampu menjadi qawwam sehingga ketika memutuskan setiap perkara akan berlandaskan syariat Islam. Begitu pun masyarakat akan bahu-membahu, saling peduli sekitar, agar suasana kondusif tercipta. Namun kembali lagi, semua itu akan mudah terwujud jika kita benar-benar menggunakan hukum Islam bahkan di dalam skala bernegara.
Wallahualam bissawab. []
Posting Komentar