Oleh Marthiza Shabrina
Mahasiswi dan Aktivis Dakwah
Ibnu Khaldun berkata, "Tanda-tanda hancurnya sebuah negara adalah bertambah besarnya pajak yang dipungut".
Samsat membuat program jemput bola untuk memaksimalkan pemasukan pajak dalam sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Akan ada petugas yang diutus untuk mendatangi para penunggak pajak tersebut. Program ini sudah diberlakukan di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur. (CNN Indonesia, 10/8/2024)
Program jemput bola ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak tepat waktu. Langkah ini dilakukan karena masyarakat tidak patuh dalam melakukan perpanjangan STNK 5 tahun sekali. Tercatat dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, tidak sampai separuh dari angka tersebut yang membayar pajak. (Detikoto, 7/11/2024)
Jika pemilik kendaraan tidak membayar pajak, data kendaraan yang dimilikinya akan dihapuskan oleh kepolisian. Hal tersebut berlaku, apabila pemilik kendaraan tidak memperpanjang masa berlaku lima tahunan atau pemutakhiran data pelat nomor kendaraan selama bertahun-tahun lamanya.
Pajak kendaraan bermotor ini masuk ke dalam pajak provinsi, bagian dari pajak daerah. Maka kebijakan pemutihan pajak berada di tangan Pemerintah Daerah. Langkah jemput bola ini, dikatakan sebagai cara terakhir melakukan penegakan hukum agar masyarakat patuh terhadap peraturan lalu lintas serta kepatuhan pembayaran pajak pengesahan STNK.
Pemberlakuan pengejaran pajak terhadap rakyat jelas berbeda perlakuannya terhadap para pengusaha di negeri ini. Banyak ditemukan, para pengusaha dengan harta yang berlimpah kedapatan menunggak pembayaran pajak. Bahkan dengan nominal yang tidak sedikit. Ironinya, mereka tidak dikejar-kejar sebagaimana yang dialami oleh rakyat biasa.
Selain itu, rakyat yang hidupnya sudah sulit tambah menjerit dengan banyaknya potongan pajak yang menghadang. Sementara itu, para pengusaha malah mendapatkan segala macam kemudahan dan keringanan dalam menjalankan dan memperluas sepak terjang usahanya.
Ditambah lagi dengan dijadikannya pajak sebagai modal utama pemasukan negara, sangat berbanding terbalik dengan apa yang diterima oleh rakyat. Pembangunan yang tidak merata, sarana dan prasarana yang tidak memadai menjadi bukti rusaknya sistem saat ini.
Inilah sistem kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai pendapatan pokok negara yang membuat rakyat semakin sengsara. Ditambah penerapan pemungutan pajak ini tumpul ke atas tajam ke bawah. Memberatkan rakyat biasa, tapi menguntungkan para pengusaha dan penguasa.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Negara Islam menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Rakyat tidak perlu lagi memusingkan terkait sandang, pangan, dan papan. Bahkan untuk masalah pendidikan, kesehatan, hingga keamanan juga akan diatur dan dijamin oleh negara secara gratis. Karena negara telah menjalankan tugasnya yaitu riayah su'unil ummah (mengurusi urusan ummat) dalam segala aspek kehidupan. Dengan dijalankannya tugas negara secara menyeluruh, maka akan terwujud kesejahteraan bagi setiap individu rakyat yang berada dalam naungan negara yang menganut sistem Islam.
Pemimpin di dalam sistem Islam bertugas sebagai ra'in (pengurus) urusan rakyat. Sebagaimana hadits Rasulullah saw., “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
Selain itu, di dalam sistem Islam, pajak hanya dipungut ketika kas negara kosong. Serta pemungutan pajak hanya kepada laki-laki yang kaya saja, tidak kepada perempuan, anak-anak, orang miskin, maupun nonmuslim. Sehingga pemungutan pajak pada sistem Islam tidak akan menimbulkan kezaliman
Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diazab) di neraka.” (HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930)
Islam melarang adanya pemungutan pajak bagi orang-orang yang tidak wajib pajak. Hal ini merupakan jalan yang batil untuk memakan harta sesama. Hadis tersebut menggambarkan bahwa Islam memberi ancaman keras bagi bangsa yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara.
Wallahualam bissawab. []
Posting Komentar