Oleh Marinda
Aktivis Dakwah Muslimah
Apes, maksud hati ingin membawa Paslon pilihannya menang pemilihan bupati. Nasib 3 warga Kecamatan Rejoso Pasuruan dan 1 orang di antaranya sebagai kordinator dari salah satu Paslon Bupati Pasuruan malah terkena OTT oleh Satgas Anti Money Politics Polres Pasuruan Kota, saat mereka hendak melakukan praktek serangan fajar pada sejumlah warga dan relawan Paslon 1. Barang bukti berupa sisa amplop yang belum dibagikan ke warga sebanyak 289 amplop yang berisikan uang pecahan Rp 20 ribu telah diamankan satgas dan sudah dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten Pasuruan yang kemudian melakukan pendalaman atas kasus ini. (DetikJatim, 27/11/24)
Praktek serangan fajar semacam ini sudah umum dilakukan oleh Paslon-paslon yang ingin memenangkan pemilu dengan cara curang. Jadi bukan hanya Paslon 1 yang ditengarai melakukan praktek yang demikian, namun karena lagi apes saja relawan mereka kena OTT.
Sebenarnya serangan fajar semacam ini memanglah sudah jadi ciri khas dari pemilu di sistem demokrasi.
Segala cara akan dilakukan termasuk serangan fajar, untuk merebut kursi kemenangan.
Kemenangan ini adalah suatu yang wajib mereka dapatkan, untuk menepati janji kepada partai pengusung, para pemberi modal pemilihan dan tentu saja untuk mengembalikan mahar politik yang sudah di keluarkan.
Walaupun di satu sisi ramai juga beberapa partai mengatakan tidak meminta mahar politik. Namun bukan berarti tidak ada mahar maka tidak ada hal lain ketika partai tidak meminta mahar politik. Pada sistem demokrasi kapitalisme tidak ada makan siang gratis.
Memanglah saat ini biaya politik dalam pemilihan kepala daerah semakin fantastis. Tapi meski fantastis tetap saja laris manis bak kacang goreng. Banyak orang berlomba-lomba menduduki kursi kekuasaan tersebut meskipun biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Di mulai sejak tahapan pencalonan, pemungutan suara, hingga tahapan rekapitulasi suara, yaitu biaya manipulasi hasil rekapitulasi. Miris politik uang memang tak akan pernah lepas dari hajatan pemilu di negeri ini.
Padahal dalam UU pilkada sudah di atur, seperti dalam UU no 10 tahun 2016, diberikan sanksi penjara 36 hingga 72 bulan, serta denda dari 200 juta hingga 1 miliar bagi pemberi. Dan bagi penerima diatur dalam pasal 515 dan pasal 523 ayat (3) UU pemilu. (Liputan6.com, 26/11/24)
Namun apa politik uang mereda atau bahkan hilang? Nyatanya makin tumbuh subur. Ini bukti hukum tidak membuat takut dan jera pelaku-pelaku politik uang.
Tidak cukup hanya itu, mereka akan memberikan konsesi, baik melalui perizinan maupun proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada para pemberi modal yaitu para pengusaha-pengusaha. Karena sekali lagi, mana ada makan siang gratis dalam negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalisme? Utopis!
Praktek politik uang dengan segala turunannya tidak akan kita dapati dalam negara yang menerapkan sistem Islam sebagai aturan.
Karena dalam Islam hal semacam itu di haramkan karena termasuk risywah atau suap.
Sabda Rasulullah:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Artinya: “Laknat Allah SWT kepada pemberi suap dan penerima suap." (Dari Abdullah bin 'Amr, HR Ahmad)
Kedudukan pemimpin di dalam Islam amatlah penting, maka dari itu pemimpin haruslah orang yang amanah.
Rasulullah Saw, pernah bersabda.
وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan haq dan menunaikan amanah itu yang menjadi kewajibannya. (HR. Muslim)
Hadis ini menjadi landasan bagi siapapun yang menjadi pemimpin umat, maka ia akan memimpin dengan rasa takut karena amanah yang mereka ambil akan menjadi sumber sesalan. Mereka paham, jika ada seorang rakyat yang menderita atau tidak terpenuhi haknya, mereka harus siap-siap diminta pertanggungjawaban.
Tidak akan ada pemimpin dalam Islam yg mencari prestise, mengumpulkan kekayaan. Karena kepemimpinan sejatinya adalah amanah ri’ayah umat yang pertangungjawabannya dunia akhirat. Maka tidak akan pernah lahir politik uang di dalam Islam, tidak akan ada mahar politik, serangan fajar, makan siang gratis, dan yang sejenisnya.
Dalam hadis yang lain di sebutkan.
Rasulullah saw bersabda:
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus. (HR. Bukhari dan Ahmad)
Para pemimpin Islam atau khalifah, dialah yang berwenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada Hari Kiamat, apakah mereka telah mengurus mereka dengan baik atau tidak. Dan tentu saja harus sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya (syariah Islam). Adalah wajib bagi pemimpin senantiasa merujuk pada syariah Islam dalam mengurus semua urusan rakyat. Sehingga mereka akan takut untuk melanggar perintah dan larangannya. Dari mulai sebelum menjabat, ataupun ketika mereka sudah menjabat.
Mereka tidak akan melakukan praktek uang sebelum menjabat, tidak ada namanya mahar politik, lobi-lobi dana kepada pengusaha pemilik modal, apalagi serangan fajar, ataupun dana manipulasi data. Naudzubillah.
Niscaya tidak akan ada biaya politik mahal di dalam Islam. Karena khalifah dipilih hanya dengan waktu 3 hari, tidak seperti dalam sistem demokrasi kapitalisme hari ini, butuh berminggu-minggu, berbulan bulan untuk pemilihan pemimpin, apalagi sampai pemimpin tingkat daerah, malah lebih lama lagi. Khalifah menjadi kepala negara bukan dengan masa 5 tahun atau 2 sampai 3 kali periode. Tapi, dia akan tetap menjadi khalifah selama tidak melanggar syariah Islam. Kepala daerah pun dipilih oleh khalifah kapan saja dan boleh dihentikan kapan saja. Tanpa adanya pilkada seperti hari ini. Ini akan bener-bener memangkas anggaran, dan menghemat energi.
Kemudian setelah menjabat sudah pasti para pemimpin baik itu khalifah atau kepala daerah yang di dalam Islam disebut wali. Tidak akan sibuk mengembalikan dana pencalonan, sehingga mereka tidak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, seperti korupsi, memberikan konsesi kepada pengusaha pemilik modal, dan lain sebagainnya.
Karena itu tidak ada jalan lain untuk memberantas praktek-praktek semacam ini, kecuali dengan mencampakkan sistem demokrasi kapitalisme. Sudah seharusnya para pemimpin kembali ke sistem politik Islam. Suatu sistem yang datang dari sang pencipta manusia yaitu Allah Al Khaliq Al Mudabbir, yang kemudian dengan mewahyukan kepada Rasulullah, lantas beliau praktekkan agar di lanjutkan oleh para pemimpin islam yaitu para khalifah setelahnya. Suatu sistem yang akan menghilangkan praktek curang, dosa dan zalim kepada rakyat, seperti yang lazim ada di negeri ini.
Wallahualam bissawab. []
Posting Komentar