Oleh Oom Rohmawati
Pegiat Literasi


Covid-19 beberapa tahun lalu  telah membuat seluruh manusia di tiap-tiap negara termasuk Indonesia kalang kabut, ketakutan, dan khawatir virusnya karena bisa mengakibatkan kematian, dan ditinggalkan oleh orang-orang terdekat. Maka wajar ketika saat ini ada isu virus yang serupa membuat masyarakat panik  ditambah kemunculan virus datang dari tempat yang sama yaitu China.

Penyakit yang mirip dengan Covid-19 ini adalah Human Metapneumovirus (HMPV). Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung, Yuli Irnawati, meminta agar masyarakat tidak panik. Menurutnya ada informasi yang tidak benar terkait virus tersebut apalagi yang menyebabkan kematian. Kendati begitu, Yuli tetap mengimbau seluruh elemen untuk meningkatkan kewaspadaan. Karena penyakit ini persis sama, maka pencegahannya juga persis sebagaimana ketika Covid-19 melanda, yaitu dengan melakukan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, seperti membiasakan mencuci tangan, memakan makanan bergizi, berolahraga, sampai mengenakan masker apabila merasa tidak sehat, terutama dalam kondisi batuk dan pilek. 

Yuli menambahkan, apapun virusnya, yang utama adalah mencegahnya agar tidak tertular. Oleh karena itu Dinkes  akan melakukan monitoring terkait penyebaran penyakit, termasuk kemungkinan adanya masyarakat yang terinfeksi HMPV.  (Kompas.com, 7 Januari 2025)

Meski HMPV dinyatakan tidak seganas Covid-19, dan hanya menyerang anak-anak,  serta orang yang kekebalan tubuhnya lemah, akan tetapi pemerintah harus siap menyediakan pengobatan khusus terkait virus ini sebelum ada korban. Sebab bahaya penyebarannya sangat cepat dan luas, terutama di China sendiri sudah sampai di Beijing dan Tianjin. Dan bagaimanapun urusan Kesehatan warga negara mestinya menjadi prioritas. Pemerintah harus menengok ke belakang, bagaimana negara dibuat kalang kabut oleh virus Covid-19 yang mengakibatkan korban meninggal begitu besar. Hal tersebut disinyalir karena lambatnya penanganan di berbagai negara, dan ini bisa jadi pelajaran bagi setiap negara termasuk Indonesia jangan sampai kejadian serupa terulang kembali.

Dengan merebaknya kabar virus di negeri tetangga, harusnya pemerintah sigap mengantisipasi dari sejak dini agar virus tidak menyebar. Perjalanan warga yang masuk dan keluar negeri bisa dari awal diperketat. Bahkan kalau tidak terlalu urgen bisa ditunda keberangkatannya. Pemerintah juga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat akan resiko penyakit ini. 

Maka jelas upaya pencegahan penyakit membutuhkan peran negara. Hanya saja hal itu tidak mungkin terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sebab pertimbangannya selalu materi, untung dan rugi sebagaimana kasus Covid sebelumnya. Saat itu berbagai kalangan meminta pemerintah untuk melakukan lockdown untuk memutus rantai penyebaran Covid, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah membiarkan warga asing terutama Cina masuk ke Indonesia dengan alasan wisatawan dan menjadikan objek wisata sebagai aset pemasukan negara yang tidak boleh ditutup. Setelah itu apa yang terjadi? Ribuan nyawa melayang dan ribuan keluarga dicekam ketakutan.

Lain halnya dengan sistem Islam. Kesehatan menjadi hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Penguasa akan mengupayakan segala sesuatunya demi melindungi rakyatnya. Termasuk saat ada wabah penyakit, pihak pemerintah akan langsung sigap menanganinya. 

Dalam sebuah riwayat diceritakan Khalifah Umar bin Khattab hendak berkunjung ke wilayah Syam. Namun ketika sang khalifah dan rombongan tiba di daerah Syargh, datanglah kabar jika masyarakat Syam tengah menderita wabah Tha'un. Mendengar informasi tersebut, Khalifah Umar bin Khattab pun membatalkan kunjungannya dan kembali ke Madinah bersama rombongan. Mereka melakukan tindakan isolasi agar wabah/virus tidak meluas ke daerah lain. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,

"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Dan jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu. (HR. Al-Bukhari)

Akan tetapi, meski diisolasi suplai berbagai kebutuhan untuk wilayah tersebut tetap harus dijamin. Dan tentu ini hanyalah teknik dan menagemen pelaksanaannya diatur sedemikian rupa oleh pemimpin yang peduli pada keselamatan rakyatnya. Jika penguasa mempertimbangkan, hal ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan, apalagi di tengah teknologi yang sudah modern seperti saat ini.

Isolasi cukup dilakukan di daerah yang terjangkit saja. Daerah lain yang tidak terjangkit bisa tetap produktif dan beraktivitas secara normal. Daerah yang tidak terjangkit inilah yang bisa menopang daerah yang terjangkit baik dalam pemenuhan kebutuhan maupun penanggulangan wabah. Sehingga perekonomian tidak berdampak pada semua wilayah. Setelah itu, di daerah terjangkit virus akan diterapkan aturan agar memisahkan antara orang yang sakit dengan orang yang sehat. Dalam hadis riwayat Al-Bukhari disampaikan

"Janganlah kalian mencampurkan orang yang sakit dengan yang sehat "

Selain itu, bisa dengan melakukan 3T (test, treatment, tracing) secara cepat dan akurat untuk mengetahui mana warga yang positif terkena virus dan tidak. Warga yang terinfeksi virus akan dipisahkan dan diisolasi, sementara semua kebutuhan akan ditanggung dari kas negara (baitulmal).

Hal serupa pernah dilakukan oleh Amru bin ‘Ash tatkala diangkat oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi gubernur di Syam. Beliau pernah menerapkan pemisahan antara orang yang sakit dan sehat dalam menghadapi wabah Tha’un ‘Umwas yang sedang terjadi. Amru bin ‘Ash berkata kepada penduduknya bahwa wabah itu bagaikan api yang menyala-nyala dan akan terus menyambar kayu bakar. Maka Amr memerintahkan penduduk Syam yang sehat untuk berlari mengungsi ke atas bukit demi memutus penularan wabah. Tidak lama wabah pun hilang dari negeri Syam. 

Demikianlah negara dalam sistem Islam ketika menyelamatkan rakyatnya dari wabah/virus. Dilakukan dengan totalitas. Sebab negara bertanggung jawab penuh pada kesehatan rakyatnya. Dengan penanganan yang cepat seperti yang telah Islam ajarkan, tentu virus HMPV tidak akan menyebar ke negara lain.

Wallahu alam bissawwab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama